Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Bandingkan Wacana PPN Sembako dan Relaksasi PPnBM, Ini Kata Ekonom Indef

Didik J Rachbini menilai kebijakan wacana pajak sembako harus dipikirkan kembali oleh Pemerintah, yakni khususnya Kementerian Keuangan.

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
zoom-in Bandingkan Wacana PPN Sembako dan Relaksasi PPnBM, Ini Kata Ekonom Indef
Seno Tri Sulistiyono/Tribunnews.com
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J Rachbini 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berencana untuk mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, yakni sembako.

Diketahui, rencana itu tertuang dalam draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J Rachbini menilai kebijakan tersebut harus dipikirkan kembali oleh Pemerintah, yakni khususnya Kementerian Keuangan.

Baca juga: Anggota DPR: Daripada Pajaki Sembako, Lebih Baik Pemerintah Evaluasi Kinerja Perpajakan

Diketahui, saat ini perekonomian masyarakat khususnya di Indonesia masih belum pulih sepenuhnya akibat hantaman dari pandemi Covid-19.

Sehingga kebijakan PPN sembako semakin memberatkan masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah.

Sementara, beberapa bulan lalu Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan program relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil dengan kapasitas 1.500 cc dan 2.500 cc.

Baca juga: Komisi IV Minta Rencana Pajak Sembako Dikaji Ulang

Berita Rekomendasi

Jika diteliti, kebijak-kebijakan pemerintah terlihat sangat tidak tepat sasaran.

“Kebijakan tersebut (PPN sembako) harus dibandingkan dengan kebijakan pajak lainnya yang terasa tidak adil,” ucap Didik dalam bincang-bincang virtual bersama Indef, Senin (28/6/2021).

“Pembahasan harus dikaitkan dengan kebijakan lainnya agar masyarakat merasa adil atau tidak. Pajak sembako dinaikan dibandingkan kebutuhan penting lain disaat krisis, dimana orang banyak terpapar Covid-19 dan terlempar dari pekerjaannya,” lanjutnya.

Didik kembali menyinggung kebijakan stimulus PPnBM mobil 2.500cc.

Para pemilik mobil tersebut hampir dipastikan adalah orang mampu, atau golongan kelas atas/kaya.

Seharusnya, justru mereka yang pajaknya dinaikkan.

“Terlihat perbandingannya antara pajak untuk sembako yang lebih penting, dibandingkan pajak mobil. Kan ini yang punya mobil orang kaya jadi tidak perlu diturunkan, justru harus dinaikan,” ujar Didik.

Sebagai informasi, pemerintah memberikan stimulus PPnBM mobil 1.500 cc hingga 2.500 cc bertujuan untuk kembali menggairahkan industri otomotif di tanah air.

Karena industri otomotif mengalami tekanan yang cukup dalam akibat menurunnya daya beli masyarakat sejak setahun ke belakang.

“Meskipun dengan argumen tersebut masuk akal, tetapi tidak menghilangkan masalah keadilan bagi masyarakat,” pungkas Didik.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas