Asosiasi Logistik Indonesia: PPKM Darurat Hilangkan Pungli, Tapi Arus Distribusi Merosot 50 Persen
Ketua Umum ALI Mehendra Rianto mengatakan, kendala distribusi logistik hanya terjadi saat awal PPKM Darurat diterapkan
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Logistrik Indonesia (ALI) menyebut penerapan PPKM Darurat tidak menghambat jalur distribusi logistik di wilayah Jabodetabek, meski saat ini dilakukan perluasan penyekatan hingga 100 titik.
Ketua Umum ALI Mehendra Rianto mengatakan, kendala distribusi logistik hanya terjadi saat awal PPKM Darurat diterapkan, karena adanya penutupan sejumlah ruas jalan di perbatasan wilayah.
"Pada awal saja, tanggal 3, 4, dan 5 Juli kemarin. Setelah itu, kemana-mana jalan kosong dan distribusi jadi lebih cepat," papar Kamis (15/7/2021).
Menurutnya, sejumlah aturan PPKM Darurat seperti surat tanda registrasi pekerja (STRP), test PCR, maupun sertifikat vaksinasi, tidak menjadi kendala bagi perusahaan logistik selama ini.
"Tapi jadi ada biaya tambahan saja untuk karyawan maupun drivernya untuk PCR," ucap Mahendra.
Baca juga: Pemerintah Pastikan Kelancaran Logistik Truk Pengangkut Tabung Oksigen Medis
Mahendra menyebut, PPKM Darurat juga membuat pungutan liar atau pungli yang biasanya dilakukan preman di jalan menjadi tidak ada.
Baca juga: IPC Ancam PHK dan Pidanakan Pelaku Pungli di Pelabuhan
"Pungli berkurang, mungkin takut juga sama virus. Biasanya ke Jakarta Utara, ke pelabuhan itu bisa Rp 100 ribu satu truk, ada pungli di luar pelabuhan dan di dalam pelabuhan, tapi selama PPKM Darurat jadi tidak ada pungli," paparnya.
Baca juga: UMKM Transportasi Operasikan Jutaan Unit Truk, Ini Problem yang Mereka Hadapi Saat Ini
"Kalau bukan di pelabuhan, sekitaran Jabodetabek per truk punglinya bisa kisaran Rp 50 ribu sampai Rp 75 ribu. Ini hanya Jabodetabek saja, kalau di luar itu beda lagi," sambung Mahendra.
Meski memperlancar distribusi dan menghilangkan pungli, kata Mahendra, PPKM Darurat telah menekan pendapatan perusahaan logistik, karena secara volume pengiriman berkurang hingga 50 persen.
"Sekarang itu hanya industri esensial yang bisa gerak, di luar esensial berhenti. Seperti elektronik, furniture itu berhenti, tidak ada orang yang beli juga. Jadi peredaran barang berkurang hampir 50 persen," tutur Mahendra.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.