Akademisi: Pertumbuhan Ekonomi Harus Dibarengi Percepatan Vaksinasi
Rahma Gafmi menyebut pertumbuhan ekonomi kuartal II yang 7,07 persen, harus dibarengi dengan percepatan vaksinasi.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi Universitas Airlangga Rahma Gafmi menyebut pertumbuhan ekonomi kuartal II yang 7,07 persen, harus dibarengi dengan percepatan vaksinasi.
Rahma menjelaskan perbaikan perekonomian sudah terlihat dengan adanya pertumbuhan yang positif. Tapi, lebih penting lagi agar pemerintah dapat segera mengendalikan pandemi virus corona atau Covid-19.
Baca juga: Ekonomi RI Tumbuh 7,07 Persen di Kuartal II, CSIS: Tidak Terlalu Impresif
Sebab, jika Covid-19 terkendali maka perekonomian akan kembali menggeliat. Satu di antaranya, dengan mempercepat vaksimasi hingga terbentuk kekebalan komunal atau herd immunity.
"Dengan demikian saya yakin perekonomian akan kembali menggeliat dan pertumbuhannya di atas prediksi IMF baru-baru ini," ujar Rahma kepada Tribunnews.com, Kamis (5/8/2021).
Di sisi lain, ucap Rahma, untuk memperkuat perekonomian Indonesia Pemerintah perlu melakukan reformasi ekonomi. Covid-19, kaga dia, akan menjadi game changer dalam ekonomi global.
Baca juga: Pemerintah Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Kuartal IV 2021 Tumbuh 3,7 Persen-4,5 Persen
"Kita harus melihat ke depan dan merancang modelnya dari sekarang. Ini memerlukan tenaga kerja yang memang paham mengenai kebijakan industri," imbuh Rahma.
Rahma juga mengingatkan pentingnya koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal agar perekonomian Indonesia tetap tumbuh. Alasannya, ada ruang terbatas untuk kebijakan moneter tradisional yang didasarkan pada pengendalian suku bunga jangka pendek.
"Banyak yang menganjurkan mekanisme untuk menerapkan bauran kebijakan moneter-fiskal yang koheren. Juga untuk diadopsi oleh negara-negara berkembang," ujarnya.
Baca juga: Ekonom CORE: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III Bergantung Pada Berapa Lama PPKM Diterapkan
Secara empiris, ucap Rahma, pengetahuan tentang bagaimana kombinasi kebijakan moneter dan fiskal untuk mempengaruhi inflasi masih sangat terbatas.
"Ini adalah topik yang kompleks karena ada banyak saluran interaksi. Kebijakan moneter, dapat mempengaruhi suku bunga, output, dan inflasi, berdampak pada kendala anggaran pemerintah," tutur Rahma.
Sedangkan respon otoritas fiskal, ucap Rahma, melalui penyesuaian defisit primer tergantung pada kerangka fiskal atau tujuan stabilisasi otoritas fiskal.
Efek pada inflasi tergantung pada efek gabungan dari kebijakan fiskal dan moneter, karena hal ini mempengaruhi penyesuaian yang diperlukan untuk memenuhi batasan anggaran antarwaktu dari anggaran pemerintah yang dikonsolidasikan (bank sentral dan pemerintah).
"Hal ini karena ada kendala yaitu identitas yang mengikat yang tergantung pada inflasi, pengembalian utang pemerintah, dan bagaimana sektor primer menjadi surplus," ucapnya.