Menperin Ingin Industri Dalam Negeri Bisa Mandiri, Berdaulat, Maju, Berkeadilan dan Inklusif
Gumiwang Kartasasmita memiliki keinginan industri dalam negeri Indonesia supaya bisa mandiri, berdaulat, maju, berkeadilan dan inklusif dalam refleksi
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Menteri Perindustrian RI, Agus Gumiwang Kartasasmita memiliki keinginan industri dalam negeri Indonesia supaya bisa mandiri, berdaulat, maju, berkeadilan dan inklusif dalam refleksinya menyambut HUT Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-76.
"Proklamasi Kemerdekaan RI pada 76 tahun lalu merangkum aspirasi dan kehendak rakyat Indonesia untuk menjadi bangsa yang berdaulat, mandiri, maju, dan berkeadilan sosial. Nilai kemandirian, kedaulatan, kemajuan, dan keadilan sosial ini sudah seharusnya selalu kita tanamkan dan lestarikan -sebagai ruh, paradigma, dan mainstream - dalam setiap upaya pembangunan di berbagai sektor, termasuk pembangunan sektor industri manufaktur," ungkapnya kepada Tribunnews.com hari Rabu (18/8/2021).
Dalam konteks pembangunan sektor industri manufaktur, “Mandiri” berarti keberlangsungan industri manufaktur dalam negeri tidak boleh tergantung pada sumber daya luar negeri, tambahnya.
“Berdaulat” dapat dimaknai bahwa produk-produk industri manufaktur dalam negeri mesti menjadi ‘tuan’ di negeri sendiri serta dipakai oleh dan menjadi kebanggaan anak bangsa. “Maju” artinya industri manufaktur dalam negeri memiliki daya saing global dan menguasai pasar internasional.
“Berkeadilan dan Inklusif” memiliki makna bahwa pembangunan industri manufaktur harus merata di seluruh wilayah atau daerah dan memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat hingga lapisan terbawah.
Sejarah industrialisasi di Indonesia
"Pembangunan industri manufaktur dapat dikatakan diawali di zaman Orde Lama dengan kebijakan nasionalisasi atau pengalihan kepemilikan atas perusahaan peninggalan Belanda," ungkapnya lagi.
Namun, secara umum pembangunan industri sulit berkembang karena pemerintah fokus pada upaya-upaya membangun stabilitas politik. Kondisi keuangan negara dan keterbatasan sumber daya manusia ahli dan terampil juga turut berkontribusi terhadap terhambatnya pembangunan industri manufaktur.
Dengan kondisi tersebut, industri manufaktur pada zaman Orde Lama secara keseluruhan memberikan sumbangan yang tidak terlalu signifikan dalam perekonomian nasional. Kontribusinya terhadap PDB hanya berkisar di angka 8%.
"Meski demikian, beberapa industri strategis berhasil dibangun antara lain PT. Pupuk Sriwijaya yang kini menjadi perusahaan induk PT. Pupuk Indonesia (Persero) dan PT. Semen Gresik kini menjadi perusahaan induk bagi PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk."
Pembangunan sektor industri manufaktur mulai berkembang pada zaman Orde Baru.
Di masa awal, industrialisasi difokuskan pada substitusi impor kebutuhan pokok, khususnya pangan, sandang, dan papan, dan mendukung pembangunan sektor pertanian. Pada era 1980-an kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB masih berada di angka 12,4 persen, lebih rendah dari kontribusi sektor pertambangan dan sektor pertanian sebesar 23 persen dan 22 persen.
Peristiwa oil booming -di mana harga minyak melonjak tinggi akibat embargo minyak oleh negara-negara Arab- menjadi momentum bagi pemerintah Orde Baru untuk melakukan industrialisasi secara lebih ekspansif. Hasilnya, dalam kurun satu dekade sumbangan industri manufaktur dalam PDB mencapai 20,3 persen pada tahun 1994.