Faisal Basri Ungkap Kenaikan Utang Pemerintah hingga Rp 8.000 Triliun di 2022
Faisal Basri mengungkapkan, jumlah utang pemerintah diproyeksikan mengalami kenaikan hingga sebesar Rp 8.000 triliun pada tahun depan.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Faisal Basri menyatakan, nota keuangan dan RAPBN 2022 yang disampaikan Presiden Joko Widodo kepada DPR, 16 Agustus lalu menjadi sajian pahit dalam menyongsong hari kemerdekaan ke-76.
Sebab, dia mengungkapkan, jumlah utang pemerintah diproyeksikan mengalami kenaikan hingga sebesar Rp 8.000 triliun pada tahun depan.
Baca juga: Politisi PKS Sebut Pidato Presiden soal APBN Isyaratkan Ketidakpastian Ekonomi
"Dalam naskah itu tertera pada akhir tahun 2022 utang pemerintah pusat akan mencapai Rp 8.110 triliun. Ini berarti kenaikan luar biasa dibandingkan pada akhir pemerintahan SBY-JK sebesar Rp 2.610 triliun atau kenaikan lebih dari tiga kali lipat," ujar dia mengutip tulisan di blog pribadinya, Kamis (19/8/2021).
Dengan menggunakan asumsi implisit besaran PDB yang digunakan dalam RAPBN 2022, porsi utang terhadap produk domestik bruto (PDB) akan mencapai 45,3 persen pada tahun 2022.
Baca juga: Jelang Rapat Paripurna RUU APBN 2022, Puan Maharani Minta Fraksi Beri Masukan Secara Komprehensif
"Jika ditambah dengan utang BUMN (hanya BUMN nonkeuangan), porsinya sudah akan mendekati batas 60 persen yang diamanatkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara," kata Faisal.
Kemudian, perkiraan utang hingga 2022 bisa saja meleset ke atas kalau pertumbuhan ekonomi tak memenuhi target APBN 2021 dan 2022.
Baca juga: Anggota Komisi XI Nilai Pemerintah Hadapi Banyak Tantangan Dalam Pelaksanaan APBN 2022
Kemungkinan itu cukup besar karena selama pemerintahan Presiden Jokowi dinilai tak pernah sekalipun target pertumbuhan tercapai.
Memang harus diakui pandemi Covid-19 jadi biang keladinya, tapi penanganan wabah yang lemah sedari awal juga berkontribusi memperburuk, sehingga ongkosnya kian mahal.
Selain itu, lanjut Faisal, gara-gara kerap mengutak-atik istilah untuk menghindari lockdown sebelum menyebar ke seantero negeri.
"Kepemimpinan yang dan pengorganisasian yang buruk, berbagai penyangkalan oleh para petinggi pemerintahan, dan “menuhankan” ekonomi, kita kalah dengan skor 0-2 melawan Covid-19. Kesehatan kalah, ekonomi kalah," pungkasnya.
Ekonom: Postur RAPBN 2022 Cerminan Pemerintah Tak Agresif Dorong Pertumbuhan Ekonomi
Sebelumnya, target pertumbuhan ekonomi 2022 pada kisaran 5 persen hingga 5,5 persen dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022, memperlihatkan pemerintah tidak agresif dalam menggenjot ekonomi.
"Saya lebih mengharapkan pemerintah lebih optimis dan agresif. Jangan ragu-ragu menetapkan target pertumbuhan ekonomi tahun depan yang tinggi," kata Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah saat dihubungi, Senin (16/8/2021).