BI Kebut Penggunaan QRIS Antarnegara, Siapkan Enam Langkah Jaga Stabilitas Makro Ekonomi
Bank sentral juga mendorong implementasi Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) untuk perluasan integrasi ekonomi dan keuangan digital.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyiapkan 6 langkah untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan nasional.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan langkah yang dilakukan pihaknya juga ditujukan untuk mendukung upaya perbaikan ekonomi lebih lanjut.
"Bank Indonesia terus mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung upaya perbaikan ekonomi lebih lanjut," ucap Perry dalam konferensi pers Bank Indonesia secara virtual, Kamis (19/8/2021).
Langkah pertama, bank sentral akan melanjutkan kebijakan nilai tukar Rupiah. Dimana hal tersebut untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar.
Kedua, melanjutkan penguatan strategi operasi moneter untuk memperkuat efektivitas stance kebijakan moneter akomodatif.
Ketiga, mendorong intermediasi melalui penguatan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK), dengan penekanan pada transmisi SBDK pada suku bunga kredit baru khususnya segmen kredit pemilikan rumah (KPR).
Kemudian, Bank Indonesia mengakselerasi penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), termasuk QRIS antarnegara.
Bank sentral juga mendorong implementasi Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) untuk perluasan integrasi ekonomi dan keuangan digital.
Baca juga: Apa Itu Bank Syariah? Berikut Pengertian, Fungsi, dan Jenisnya
Kelima, menjaga kelancaran dan keandalan sistem pembayaran serta mendukung program Pemerintah melalui kerja sama pelaksanaan uji coba digitalisasi bantuan sosial (bansos) dan program elektronifikasi transaksi Pemerintah.
Dan yang terakhir, Bank sentral memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi serta melanjutkan sosialisasi penggunaan Local Currency Settlement (LCS) bekerja sama dengan instansi terkait.
Perry menambahkan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk optimalisasi implementasi paket kebijakan terpadu KSSK dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan meningkatkan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha.
"Bank Indonesia juga meningkatkan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dan instansi terkait untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk koordinasi kebijakan moneter-fiskal, kebijakan untuk mendorong ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan," ujar Perry Warjiyo.
Suku Bunga Acuan
BI juga memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5 persen.
Perry Warjiyo mengatakan, keputusan tersebut berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 18-19 Agustus 2021.
Dia menjelaskan, alasan Bank Sentral mempertahankan suku bunga acuan 3,5 persen sejalan dengan menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 18 dan 19 Agustus 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5 persen," jelas Perry.
Baca juga: Bank Indonesia Tetap Pertahankan Suku Bunga Acuan 3,5 Persen
"Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan di tengah perkiraan inflasi yang rendah dan juga upaya untuk mendukung pemulihan ekonomi dari Covid 1-19," tambahnya.
Selain suku bunga acuan, Bank Indonesia juga menetapkan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25 persen.
Perry melanjutkan, pihaknya terus mengoptimalkan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Hal tersebut dilakukan untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional lebih lanjut melalui berbagai langkah kebijakan.
Beberapa langkah tersebut di antaranya seperti, melanjutkan kebijakan nilai tukar rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar.
Kemudian Bank Indonesia juga mendorong intermediasi melalui penguatan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan penekanan pada transmisi SBDK pada suku bunga kredit baru khususnya segmen KPR.
Perry menuturkan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk optimalisasi implementasi paket kebijakan terpadu KSSK dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan meningkatkan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas, termasuk UMKM.
"Bank Indonesia juga meningkatkan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dan instansi terkait untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk koordinasi kebijakan moneter-fiskal, kebijakan untuk mendorong ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Bank Indonesia, Erwin Haryono melihat surplus neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2021, berkontribusi positif dalam menjaga ketahanan eksternal perekonomian nasional.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia Juli 2021 kembali surplus sebesar 2,59 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Catatan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan surplus bulan sebelumnya yang sebesar 1,32 miliar dolar AS. Dengan perkembangan tersebut, neraca perdagangan Indonesia terus mencatat nilai positif sejak Mei 2020.
Neraca perdagangan Indonesia pada Januari-Juli 2021 secara keseluruhan, tercatat surplus 14,42 miliar dolar AS.
Capaian tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun 2020 sebesar 8,65 miliar dolar AS.
"Bank Indonesia memandang surplus neraca perdagangan tersebut berkontribusi positif dalam menjaga ketahanan eksternal perekonomian Indonesia," ucap Erwin.
"Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk mendukung pemulihan ekonomi," sambungnya.
Erwin melanjutkan, surplus neraca perdagangan Juli 2021 dipengaruhi oleh surplus neraca perdagangan nonmigas yang meningkat dan defisit neraca perdagangan migas yang lebih rendah.
Pada Juli 2021, surplus neraca perdagangan nonmigas sebesar 3,38 miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan dengan surplus pada Juni 2021 sebesar 2,39 miliar dolar AS.
Ekspor nonmigas pada Juli 2021 tetap kuat sebesar 16,71 miliar dolar AS, meskipun sedikit menurun dibandingkan dengan capaian pada bulan sebelumnya sebesar 17,31 miliar dolar AS.
Ekspor komoditas berbasis sumber daya alam, seperti crude palm oil (CPO) dan nikel tercatat meningkat.
Sementara sejumlah produk manufaktur, seperti mesin dan perlengkapan elektrik, serta kendaraan dan bagiannya, tetap kuat.
Ditinjau dari negara tujuan, ekspor nonmigas ke Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang tetap tinggi sejalan pemulihan permintaan global.
Untuk kinerja impor nonmigas tetap baik pada seluruh komponen, sejalan dengan perbaikan ekonomi domestik yang berlanjut.
Adapun, defisit neraca perdagangan migas menurun dari 1,07 miliar dolar AS pada Juni 2021 menjadi 0,79 miliar AS pada Juli 2021, dipengaruhi oleh penurunan impor migas yang lebih dalam dibandingkan dengan ekspor migas.(Tribun Network/ism/wly)