Kasus BLBI Disebut Membentuk Kelompok Paling Kaya, Harta Tidak Habis 7 Turunan
Saat itu, bahkan angka kerugian negara mencapai satu setengah kali Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di periode 1997
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mengatakan, kerugian negara akibat kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) secara keseluruhan besar nilainya.
Saat itu, bahkan angka kerugian negara mencapai satu setengah kali Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di periode 1997 hingga 1998.
Dia mengungkapkan, besarnya jumlah kerugian jika dinilai dengan uang sekarang adalah menjadi sekira Rp 3.000 triliun.
Baca juga: MUI Dorong Pemerintah Ambil Sikap Tegas untuk Tagih Utang Obligor BLBI
"Lalu, BLBI ini lah yang membentuk kelas atau kelompok paling kaya di Republik Indonesia saat ini. Di mana, uang mereka tidak akan habis sampai tujuh turunan hasil BLBI," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, belum lama ini.
Karena itu, Salamuddin menilai pelunasan utang obligor dan debitur BLBI sebesar Rp 110 triliun tentunya menolong dari sisi anggaran negara.
Baca juga: KPK Usul Dilibatkan dalam Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI
"Uang sebesar itu sangatlah besar. Terutama, jika benar-benar bisa direalisasikan," katanya.
Namun, pertanyaannya adalah bagaimana cara pemerintah untuk mengembalikan uang itu tanpa penyelesaian secara hukum.
"Kalau diminta serahkan secara sukarela, pasti juga membutuhkan status penyelesaian hukum. Sebab kalau tidak, ini akan menimbulkan ketidakjelasan di masa akan datang, mengingat uang itu sudah beranak pinak," pungkasnya.