Pajak Karbon Dinilai Dapat Menghambat Pemulihan Ekonomi
Rencana implementasi pajak karbon dinilai dapat menekan daya beli masyarakat, ternyata ini alasannya
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana implementasi pajak karbon dinilai dapat menekan daya beli masyarakat, karena harga jual beberapa barang yang dikenai pajak akan menjadi lebih mahal.
"Pemulihan ekonomi pasca Covid-19 memerlukan waktu lama sampai pulih. Jadi kalau ekonomi baru mau pulih lalu dihajar dengan pajak, pemulihannya bisa terhambat," kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, Rabu (15/9/2021).
Baca juga: Pabrik Natrium Karbonat Pertama di Indonesia Beroperasi Tahun 2024, Kapasitas 300 Ribu Ton Setahun
Kebijakan tersebut juga berpotensi menghambat ekspansi bisnis pelaku usaha di dalam negeri, seiring biaya yang dikeluarkan nantinya jauh lebih mahal.
"Harus dipikirkan dampak dari kebijakan ini kepada industri-industri tertentu, karena industri yang terkena harus mempersiapkan diri," ucap Fabby.
Pajak karbon akan dikenakan kepada produsen atau menyasar sisi produksi, sehingga memiliki konsekuensi berupa meningkatnya ongkos produksi sejumlah produk manufaktur.
Baca juga: Go Green, Pertamina Targetkan Penurunan Emisi Karbon 34 Ribu Ton per Tahun dari 5000 PLTS GES
Sejalan dengan itu, maka produsen akan membebankan pajak tersebut kepada konsumen dengan mengerek harga jual barang.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam menilai pajak karbon berpotensi menimbulkan 'the poor will be suffering', yakni masyarakat yang lemah atau miskin akan lebih menderita.
Baca juga: Sektor Swasta Bantu Pemerintah Mencapai Nol Emisi Karbon
Potensi terjadinya hal tersebut menurutnya akan terjadi di sektor pertanian, di mana mayoritas petani di Indonesia banyak menggunakan pupuk yang mengandung emisi karbon.
Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (13/9/2021) Menteri Keuangan Sri Mulyani mengutarakan wacana pengenaan tarif pajak karbon sebesar Rp 75 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).
"Tarifnya Rp 75 per kilogram CO2e ekuivalen, pasal ini merupakan pasal baru,” kata Sri Mulyani.