Akademisi: Penerapan Simplifikasi Cukai Bisa Picu Persaingan Tidak Sehat
Simplifikasi tarif cukai tujuan awalnya untuk menyederhanakan administrasi perpajakan dan meningkatkan penerimaan negara.
Penulis: Sanusi
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berbagai kalangan mendorong pemerintah agar melakukan penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai rokok. Lazimnya, sebagai upaya memaksimalkan penerimaan cukai rokok sekaligus melindungi pabrikan rokok skala kecil (home industri).
Peneliti senior Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Bayu Kharisma mengatakan, simplifikasi tarif cukai apabila diterapkan yang akan terjadi adalah persaingan usaha menjadi tidak sehat mengingat perusahaan rokok legal yang kecil akan mengalami kesulitan bersaing dengan perusahaan rokok besar.
Menurut Bayu, jumlah 10 layer tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang ada saat ini sudah moderat, yaitu sigaret kretek mesin (SKM) 3 layer, sigaret putih mesin (SPM) 3 layer dan sigaret kretek tangan (SKT)/sigaret putih tangan (SPT) 4 layer.
Bayu menjelaskan, simplifikasi tarif cukai tujuan awalnya untuk menyederhanakan administrasi perpajakan dan meningkatkan penerimaan negara.
"Semakin berkurangnya penjualan rokok dan banyak perusahaan khususnya pabrikan rokok kecil yang legal akan gulung tikar terutama posisi sigaret kretek tangan (SKT) yang kehilangan pangsa pasarnya dan juga dikhawatirkan memperburuk tingkat pengangguran," kata Bayu dihubungi di Jakarta, Jumat (1/10/2021).
Baca juga: Kenaikan Harga Rokok Dianggap Mengancam Kelangsungan Industri Hasil Tembakau
Dijelaskan Bayu, volume produksi rokok perusahaan yang terkena dampak simplifikasi (golongan II layer 1 dan 2) akan mengalami penurunan produksi bahkan penutupan pabrik.
"Dengan adanya penurunan volume produksi bahkan penutupan pabrik menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Baca juga: Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Tak Mampu Tutupi Defisit Anggaran
Bayu juga mewanti-wanti bahwa dampak simplifikasi tarif cukai dari sisi tax avoidance dapat mengurangi peluang tax avoidance akan tetapi dapat memperbesar peluang tax evasion.
“Jika direalisasikan, kebijakan ini akan berpotensi merugikan bagi pendapatan pajak negara,” katanya.
Bagi perusahaan golongan II layer 1 dan 2, untuk mempertahankan margin keuntungan yang sama, dengan adanya simplifikasi karena tarif cukai lebih tinggi harus menaikan volume produksinya dan penjualannya menjadi beberapa kali lipat dari sebelum simplifikasi diberlakukan.
"Dengan demikian, sangat kontraproduktif dengan tujuan dipungut cukai yaitu pengendalian konsumsi rokok," tegasnya.
Masalah lain yang berpotensi timbul akibat simplifikasi, kata Dr. Bayu, adalah terbentuknya pasar rokok ilegal. Ketika konsumen beralih ke rokok murah yang tidak membayar cukai dan pajak lainnya.
"Preferensi konsumen akan beralih ke rokok lain yang lebih murah (rokok ilegal) yang justru akan merugikan negara," ujarnya.
Baca juga: Pengamat Sarankan Pemerintah Longgarkan Kebijakan Cukai Hasil Tembakau