Heboh Pandora Papers Beber Nama Pejabat, Politisi dan Selebriti, Begini Analisis Pengamat
Bocornya dokumen keuangan Pandora Papers belakangan memicu perbincangan. Dalam dokumen itu disebut sejumlah pejabat negara hingga selebriti dunia
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bocornya dokumen keuangan Pandora Papers belakangan memicu perbincangan. Dalam dokumen itu disebut sejumlah pejabat negara hingga selebriti dunia yang menyembunyikan kekayaan mereka ke sejumlah negara tax haven.
Ada dua pejabat tinggi negara yang disebut-sebut dalam dokumen tersebut.
Dalam dokumen itu, nama-nama yang disebut di Pandora Papers diduga menyembunyikan sebagian asetnya di negara surga pajak atau tax haven.
Negara-negara tax haven mengenakan tarif yang sangat rendah hingga nol persen kepada orang-orang asing yang menempatkan dananya di sana.
Pengamat keuangan Ariston Tjendra berpendapat, pengusaha tidak melaporkan penghasilan di negaranya sendiri, tapi menaruh Investasi ke negara tax haven untuk memperoleh keringanan pajak atas hartanya.
Baca juga: Pandora Papers Rilis Kekayaan Rahasia dan Skandal Pajak Orang Kaya, Ada 2 Politisi Indonesia
"Tentu negara Tax haven ini akan merugikan negara yang pengusahanya banyak mengalihkan penghasilannya ke sana tanpa melaporkannya ke negara bersangkutan. Negara akan kehilangan pendapatan pajak dari pengusaha tersebut," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Selasa (5/10/2021).
Baca juga: Yordania dan Rusia Kritik Pandora Papers
Ariston menjelaskan, Pandora Papers tersebut didirikan oleh konsorsium jurnalis investigator internasional dengan kemungkinan tujuan untuk meningkatkan transparansi keuangan pejabat publik dan orang-orang berpenghasilan sangat besar.
Baca juga: Mengenal Pandora Papers, Bocoran Dokumen Berisi Kekayaan Rahasia Pemimpin dan Figur Publik Dunia
"Karena berhubungan dengan pejabat publik, bisa jadi merembet ke politik," katanya.
Menurut dia, meski pendapatan pajak sangat dibutuhkan negara untuk pembangunan, jadi tidak menarik untuk pengusaha jika masih rawan korupsi.
"Tapi, negara juga harus memperhatikan penggunaannya. Kalau korupsi masih terlihat besar, rakyat bisa antipati membayar pajak," pungkas Ariston.