Dari UMKM Rumahan hingga Go Digital, Ini Kisah UMKM Opak Gulung Banyuwangi!
Langkah besar UMKM Opak Gulung dimulai dari inisiasi Atik yang pernah merasakan bekerja sebagai karyawan atau bekerja untuk orang lain.
TRIBUNNEWS.COM – Memulai bisnis tak sama dengan bermain lotere atau mencoba peruntungan. Terlebih di masa pandemi, di mana pukulan ekonomi kerap menyerang para pebisnis kecil. Di sisi lain, tingkat persaingan bisnis pun kian meningkat di era digitalisasi.
Akan tetapi, hal tersebut tak membuat Atik Samiati, pelaku UMKM asal Banyuwangi, menjadi gentar. Ia tetap berani terjun ke industri makanan, salah satu yang ramai persaingan.
Ia dan para Ibu warga Desa Karangsari, Kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi mendirikan bisnis UMKM yang dinamai Opak Gulung.
Langkah besar UMKM Opak Gulung dimulai dari inisiasi Atik yang pernah merasakan bekerja sebagai karyawan atau bekerja untuk orang lain.
Berbekal pengalaman serta tekadnya untuk mengubah nasib, tak lama kemudian dirinya memutuskan untuk merintis bisnis makanan dari nol.
“Dulu awalnya saya ikut kerja sama orang, tapi masa kami mau ikut terus sama orang, jadi kami punya pemikiran untuk buat usaha sendiri biar ke depannya lebih bagus,” tuturnya.
Atik juga bercerita, ia sudah menyiapkan diri untuk berkiprah sebagai pelaku UMKM dengan mengikuti berbagai kegiatan bersama ibu-ibu di desanya dan menjadi peserta seminar UMKM.
Lebih dari itu, ia juga tergabung dalam asosiasi UMKM UMAMI (Usaha Makanan dan Minuman) daerah Banyuwangi.
Berbagai pelatihan telah ia lewati hingga Atik dan ibu-ibu lainnya mulai mumpuni mengembangkan Opak Gulung Banyuwangi, termasuk dalam segi pengemasan dan pemasaran.
“Saya dapat pengalaman bagaimana cara packaging yang bagus standarnya seperti sudah mulai pakai label dan pemasarannya di pasar biasa. Sekarang, alhamdulillah sudah mulai dititipkan di pusat oleh-oleh,” paparnya.
UMKM Opak Gulung Banyuwangi menjual berbagai pilihan kue kering, kerupuk, dan keripik khas Jawa Timur dengan opak gulung sebagai produk andalannya. Bagi yang belum tahu, opak gulung dibuat dari bahan baku tepung beras yang dicampur dengan parutan kelapa, kemudian dibentuk dan dicetak menjadi opak yang siap dikonsumsi.
Bangkit pasca pembatasan aktivitas
Ketika pandemi mulai melanda pada awal tahun 2020 lalu, Atik dan para ibu lainnya yang menjadi tulang punggung UMKM tersebut turut merasakan dampaknya.
Ia bahkan mengaku harus membanting setir sebagai penjahit bersama para ibu lainnya karena kondisi yang serba tak pasti saat itu, terutama ketika pemerintah memberlakukan pembatasan kegiatan atau lockdown.
“Dulu, sebelum ada pandemi, masih nitip di toko dengan sistem konsinyasi. Karena lockdown, saya akhirnya memilih untuk menjahit dan saya ajak ibu-ibu yang juga bisa menjahit agar tetap bisa bekerja,” ujarnya.
Namun, kondisi tersebut tidak membuat Atik dan para ibu mundur. Setelah selesai pembatasan kegiatan, ia pun kembali menjalankan produksi Opak Gulung.
“Setelah selesai lockdown, kami pun mulai produksi lagi,” lanjutnya.
Menurutnya, kendala yang harus dihadapinya adalah sistem pemasaran Opak Gulung yang masih memakai sistem konsinyasi dengan menitipkan ke warung atau pusat penjualan dan oleh-oleh.
“Kendalanya karena sistem konsinyasi, jadi banyak retur dan ruginya pun lumayan banyak,” pungkas Atik.
Naik kelas melalui BRIncubator
Namun, dari berbagai kerugian itulah Atik terus belajar. Ia juga mencari jalan dan peluang lain demi membawa Opak Gulung Banyuwangi bangkit dan maju, salah satunya adalah melalui adaptasi digital.
Akhirnya, saat Opak Gulung untuk naik kelas pun tiba. Tak sendirian, Atik dan para ibu-ibu warga Desa Karangsari mendapat pendampingan dari Bank Rakyat Indonesia (Bank BRI).
BRI memberi serangkaian program pembinaan untuk para UMKM agar siap menghadapi transformasi bisnis di era industri digital 4.0.
Ia menuturkan bahwa coaching dari BRI membantu produknya dapat dipasarkan dengan lebih luas lagi secara digital melalui platform e-commerce dan media sosial.
“Kami belajar pasar online, e-commerce dibantu sama BRI bahkan sampai dibuatkan akun media sosial lewat Instagram dan Facebook namanya kelompok Mekarwangi. Alhamdulillah udah mulai jalan sekarang,” sambung Atik.
Atik juga menambahkan, melalui pembinaan dari BRI, dirinya dan para ibu diajarkan bagaimana cara memasarkan produk dengan eksposur yang lebih luas lagi, tak hanya untuk para peminat lokal.
Lebih jauh lagi, BRI juga memberi bantuan bagi Opak Gulung secara teknis berupa alat penggilingan tepung, cetak opak gulung dan lainnya sebagai penunjang produksi. Untuk pembiayaan serta operasional, Atik bercerita bahwa kelompok Mekarwangi juga diberikan pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI.
“Sama BRI dibantu diberikan alat penggilingan tepung dan kelapanya, terus diberi juga alat cetakan. Kami dibantu pinjaman KUR, lalu prosesnya dipermudah. Dimudahkan namun tetap mengikuti prosedur yang ada,” tutup Atik.
Penulis: Muh. Fitrah Habibullah/Editor: Bardjan