Sudah Ada Tol dan Jalur KA, Sekjen MTI Klaim Proyek Kereta Cepat Krusial untuk Sektor Transportasi
MTI mengklaim, KCJB bisa menjadi alternatif kepadatan rute di jalan tol dan untuk menangkap kebutuhan masyarakat untuk puluhan tahun ke depan.
Penulis: Hari Darmawan
Editor: Choirul Arifin
![Sudah Ada Tol dan Jalur KA, Sekjen MTI Klaim Proyek Kereta Cepat Krusial untuk Sektor Transportasi](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/tiang-pancang-kereta-cepat-jakarta-bandung-di-tol-padaleunyi_20210315_224914.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hari Darmawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Harya Setyaka Dillon mengatakan, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) sangat penting dan krusial bagi sektor transportasi publik di Indonesia nantinya di masa depan.
"Saya kira penting sekali proyek ini diselesaikan karena sudah berjalan," ujar Harya saat dikonfirmasi, Selasa (19/10/2021).
Dia mengklaim, KCJB bisa menjadi alternatif kepadatan rute di jalan tol dan juga secara tidak langsung menangkap kebutuhan masyarakat untuk puluhan tahun yang akan datang.
Harya mengakui, di rute Jakarta Bandung sudah ada jalan tol dan jalur kereta api. Namun menurutnya, pertumbuhan penumpang setiap tahunnya dapat menjadi solusi dari kehadiran Kereta Cepat Jakarta Bandung.
"Dampak proyek ini pasti sangat panjang, dan nantinya dengan adanya kereta cepat, nanti konektivitas regional terbangun," kata dia.
Baca juga: Faisal Basri Sindir Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Ini Proyek Properti atau Proyek Kereta?
Harya juga menilai, dampak ekonomi kereta cepat tidak akan bisa dirasakan dalam 5 tahun pertama masa operasional tapi harus menunggu 10 hingga 30 tahun lagi.
"Akan terasa manfaatnya. Ini tidak jauh berbeda dengan jalan tol, bandara, pelabuhan. Saat baru diresmikan, pelabuhan mungkin baru dirasakan manfaatnya 15 tahun ke depan," Harya.
Baca juga: Ekonom Faisal Basri Minta Pemerintah Hentikan Proyek Kereta Cepat, Food Estate, dan Ibu Kota Baru
Soal biaya yang membengkak tinggi dari semula 6,07 miliar dolar Amerika Serikat (AS) menjadi 8 miliar dolar AS atau sekitar Rp 114,4 triliun dan harus ditomboki dari APBN, dia mengatakan kondisi pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir memang menempatkan pemerintah dan konsorsium kereta cepat pada posisi sulit.
Baca juga: Pemerintah Akan Gelontor Rp 4,3 Triliun Untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung
"Sebagus-bagusnya perencanaan, Covid-19 itu ada di luar rencana yang paling baik sekalipun. Pertanyaannya sekarang, proyek ini mau dimangkrakan atau dilanjutkan," ucap Harya.
Harya menegaskan situasi ini tidak hanya dialami Indonesia. Menurutnya, banyak pembangunan infrastruktur di negara lain yang juga terganggu karena pandemi Covid-19.
“Ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Di negara lain juga mengalami dilema yang sama dan tidak ada satupun yang memilih untuk memangkrakan proyek. Kasus Covid sudah rendah, tapi jangan lupa ada dampaknya,” katanya.
Akademisi dari Universitas Parahyangan Andreas Wibowo menjelaskan, proyek transportasi publik memang dibutuhkan untuk memperlancar arus pergerakan manusia atau barang.
"Dibutuhkan perencanaan yang matang karena transportasi publik dalam banyak kasus tidak lagi bersifat standalone dan terintegrasi dalam suatu jaringan transportasi," kata Andreas.