Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Cerita Bos PO Sumber Alam Pertahankan Bisnis saat Pandemi, Sampai Jual Ratusan Unit Bus

Ada sejumlah pihak yang memberikan harga bus seperti barang rongsokan. Alias hanya dibeli seharga berat besi dari bus tersebut.

Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Cerita Bos PO Sumber Alam Pertahankan Bisnis saat Pandemi, Sampai Jual Ratusan Unit Bus
KOLEKSI IYAN BARCELONISTAZ
PO Sumber Alam, salah satu operator bus pelanggan Hino di pasar Jawa Tengah. Cerita Bos PO Sumber Alam Pertahankan Bisnis saat Pandemi, Sampai Jual Ratusan Unit Bus 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia selama hampir dua tahun lamanya berdampak signifikan bagi pengusaha otobus.

Seperti yang diungkapkan oleh pemilik Perusahaan Otobus (PO) Sumber Alam, Anthony Steven Hambali. Menurutnya, operasional bisnisnya sampai berdarah-darah agar bisa bertahan di tengah pandemi.

Anthony mengungkapkan, layanan usaha yang dijalaninya yaitu angkutan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) hingga bus pariwisata mengalami kesulitan dalam hal okupansi dan pendapatan.

Bayangkan saja, sebelum pandemi melanda Indonesia, jumlah bus PO Sumber Alam yang beroperasi sebanyak 50 hingga 70 unit per harinya.

Namun, saat wabah Covid-19 merebak, jumlah bus yang dioperasikan hanya 20 unit per hari.

"Kondisi pandemi seperti ini penyusutannya sangat banyak. Sebelum pandemi operasionalnya bisa sekitar 50 sampai 70 unit per hari. Tapi saat ini kita cuma 20 unit saja per hari," ucap Anthony dalam acara bincang-bincang secara virtual, Rabu (20/10/2021).

"(Terlebih ketika) awal pandemi yaitu 2020, itu kita benar-benar stop operasi. Karena memang waktu itu dilarang pemerintah," sambungnya.

Baca juga: Perusahaan Otobus Mengeluh PPKM Diperpanjang, Mengaku Hanya Angkut 2 Penumpang Per Hari

Berita Rekomendasi

Merosotnya kinerja angkutan penumpang, tentunya berdampak pula pada kinerja keuangan perusahaan.

Anthony menuturkan, pihaknya sempat menjual sejumlah unit armada PO Sumber Alam demi memenuhi kegiatan operasional.

Dirinya juga mengeluhkan, menjual bus di masa pandemi bukanlah sesuatu yang mudah.

Menurut Anthony, bus yang dijual bisa dibilang tidak ada harganya.

Ada sejumlah pihak yang memberikan harga bus seperti barang rongsokan. Alias hanya dibeli seharga berat besi dari bus tersebut.

Suasana sepi penumpang tampak terlihat di Terminal Leuwipanjang, Kota Bandung, Rabu (31/3/2021). Keputusan Pemerintah pusat melarang mudik Lebaran 2021 untuk semua lapisan masyarakat Indonesia berdampak pada perusahaan angkutan, salah satunya Perusahaan Otobus (PO) yang dinilai akan merugi. Para pengusaha PO meminta Pemerintah Pusat melakukan pertimbangan ulang terkait larangan mudik tahun ini. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)
Suasana sepi penumpang tampak terlihat di Terminal Leuwipanjang, Kota Bandung, Rabu (31/3/2021). Keputusan Pemerintah pusat melarang mudik Lebaran 2021 untuk semua lapisan masyarakat Indonesia berdampak pada perusahaan angkutan, salah satunya Perusahaan Otobus (PO) yang dinilai akan merugi. Para pengusaha PO meminta Pemerintah Pusat melakukan pertimbangan ulang terkait larangan mudik tahun ini. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

"Kalau bicara nilai aset, sekarang bus tidak ada harganya. Saat ini bus benar-benar hancur harganya, malah beberapa menilai dengan harga besi atau dijual rongsok," jelas Anthony.

"Waktu pandemi ini kita sudah mengurangi armada, mungkin hampir 100 unit, itu artinya dijual untuk memenuhi kebutuhan operasional," paparnya.

Tak hanya kinerja operasional, sumber daya manusia yang berada di bawah naungan PO Sumber Alam juga ikut terdampak.

"Kemudian kalau karyawan kita tidak pernah ada PHK, tapi mereka (kerjanya) ya digilir. Personel kami yang di kantor itu berkurang 50 persen, sedangkan kalau pengemudi dan kru itu berkurangnya hampir 70 persen," pungkas Anthony.

Rugi Hingga 50 Persen

Para pengusaha otobus atau Perusahaan Otobus (PO) dipusingkan dengan keberadaan angkutan ilegal yang berseliweran di antar Kota maupun antar Provinsi.

Pemilik PO Sumber Alam, Anthony Steven Hambali mengeluhkan, keberadaan layanan angkutan yang tak memiliki izin ini telah memakan pangsa pasar miliknya.

Tak tanggung-tanggung, angkutan ilegal telah memakan pangsa pasar PO sebanyak 50 persen.

Seperti pepatah 'sudah jatuh tertimpa tangga', bisnis PO kini juga sedang terpukul imbas adanya pandemi Covid-19.

Baca juga: Pengusaha PO AKAP Ungkap Masa Kejayaan Bisnisnya Saat Ignasius Jonan Jabat Dirut KAI

"Saat ini kami disaingi oleh transportasi ilegal. Sejak 2021, kami melihat industri transportasi darat itu terdampaknya bukan karena pandemi saja, tapi karena tumbuh ekosistem baru tersebut di luar sistem resmi pemerintah," ucap Anthony dalam acara bincang-bincang secara virtual, Rabu (20/10/2021).

"Dan itu yang memakan pangsa pasar kami sebesar 50 persen lebih," sambungnya.

Angkutan ilegal ini, lanjut Anthony, memang cukup menarik minat masyarakat.

Beberapa poin utamanya adalah, dari segi harga lebih kompetitif, dan jam operasional angkutan ilegal lebih fleksibel.

Para pengusaha PO seperti Anthony mengakui tidak bisa berbuat banyak.

Dirinya hanya bisa memberikan masukan kepada Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan, agar dapat menindaklanjuti permasalahan angkutan ilegal ini.

Anthony juga mengingatkan kepada masyarakat, bahwa angkutan ilegal ini tidak memiliki jaminan dan fasilitas apapun apabila terjadi kecelakaan.

Baca juga: Pengusaha PO Curhat, Keberadaan Angkutan Ilegal Bikin Bisnisnya Rugi hingga 50 persen

"Kita cuma bisa menghimbau kepada masyarakat, kalau naik angkutan ilegal, anda tidak punya perlindungan apapun sebagai konsumen. Seperti Jasa Raharja itu tidak bisa mengcover," pungkas Anthony.

Masa Kejayaan Bisnisnya Saat Ignasius Jonan Jabat Dirut KAI

Transportasi merupakan salah satu urat nadi dari perputaran ekonomi sebuah negara ataupun wilayah.

Hal tersebut diungkapkan salah satu pengusaha Perusahaan Otobus (PO) yakni Anthony Steven Hambali, yang merupakan pemilik PO Sumber Alam.

Menurutnya, di negara maju mana pun, layanan transportasi akan terus ada, di mana transportasi darat juga termasuk di dalamnya.

"Transportasi adalah urat nadinya ekonomi, jadi enggak mungkin semaju apapun negara tersebut, pasti transportasi masih ada," ucap Anthony dalam acara bincang-bincang secara virtual, Rabu (20/10/2021).

Dirinya juga menceritakan masa kejayaan para pelaku bisnis PO dari masa ke masa.

Baca juga: Bos PO Sumber Alam Beberkan Bisnisnya Berdarah-Darah saat Pandemi, Sempat Jual Murah Unit Bus

Menurut Anthony, bisnis PO sangat berjaya saat mantan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, menjabat sebagai Bos PT KAI (Persero).

Saat Jonan menjabat, KAI sukses dibawanya menuju transformasi layanan yang sangat baik.

"Kami merasakan masa keemasan saat KAI dipegang Pak Jonan. Karena penumpang kereta saat itu dibatasi dan enggak boleh ada penumpang yang berdiri," papar Anthony.

"Dan itu dampaknya melimpah ke angkutan darat, sehingga PO-PO bergairah," sambungnya.

Tak hanya sampai disitu, para pelaku bisnis otobus juga tersenyum lebar saat jalan Tol di utara Jawa dibangun. Sehingga waktu perjalanan lebih efisien, dan masyarakat mulai berminat menggunakan jasa transportasi otobus.

Namun kini bisnis PO sedang berada di titik paling lesu sepanjang sejarah, imbas pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia.

Baca juga: Pengusaha PO AKAP Ungkap Masa Kejayaan Bisnisnya Saat Ignasius Jonan Jabat Dirut KAI

Dirinya mengungkapkan, layanan usaha yang dijalaninya yaitu angkutan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) hingga bus pariwisata mengalami kesulitan dalam hal okupansi dan pendapatan.

Bayangkan saja, sebelum pandemi melanda Indonesia, jumlah bus PO Sumber Alam mampu beroperasi sebanyak 50 hingga 70 unit per harinya.

Namun, saat wabah Covid-19 merebak, jumlah bus yang dioperasikan hanya 20 unit per hari.

"Kondisi pandemi seperti ini penyusutannya sangat banyak. Sebelum pandemi operasionalnya bisa sekitar 50 sampai 70 unit per hari. Tapi saat ini kita cuma 20 unit saja per hari," ucap Anthony.

"(Terlebih ketika) awal Pandemi yaitu 2020, itu kita benar-benar stop operasi. Karena memang waktu itu dilarang pemerintah," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas