Pengusaha PO Curhat, Keberadaan Angkutan Ilegal Bikin Bisnisnya Rugi hingga 50 persen
Para pengusaha otobus atau Perusahaan Otobus (PO) dipusingkan dengan keberadaan angkutan ilegal yang berseliweran
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pengusaha otobus atau Perusahaan Otobus (PO) dipusingkan dengan keberadaan angkutan ilegal yang berseliweran di antar Kota maupun antar Provinsi.
Pemilik PO Sumber Alam, Anthony Steven Hambali mengeluhkan, keberadaan layanan angkutan yang tak memiliki izin ini telah memakan pangsa pasar miliknya.
Baca juga: Bos PO Sumber Alam Beberkan Bisnisnya Berdarah-Darah saat Pandemi, Sempat Jual Murah Unit Bus
Tak tanggung-tanggung, angkutan ilegal telah memakan pangsa pasar PO sebanyak 50 persen.
Seperti pepatah 'sudah jatuh tertimpa tangga', bisnis PO kini juga sedang terpukul imbas adanya pandemi Covid-19.
"Saat ini kami disaingi oleh transportasi ilegal. Sejak 2021, kami melihat industri transportasi darat itu terdampaknya bukan karena pandemi saja, tapi karena tumbuh ekosistem baru tersebut di luar sistem resmi pemerintah," ucap Anthony dalam acara bincang-bincang secara virtual, Rabu (20/10/2021).
Baca juga: Maskapai Garuda Indonesia Dikabarkan Bakal Pailit, Begini Kata Manajemen
"Dan itu yang memakan pangsa pasar kami sebesar 50 persen lebih," sambungnya.
Angkutan ilegal ini, lanjut Anthony, memang cukup menarik minat masyarakat.
Beberapa poin utamanya adalah, dari segi harga lebih kompetitif, dan jam operasional angkutan ilegal lebih fleksibel.
Para pengusaha PO seperti Anthony mengakui tidak bisa berbuat banyak.
Dirinya hanya bisa memberikan masukan kepada Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan, agar dapat menindaklanjuti permasalahan angkutan ilegal ini.
Anthony juga mengingatkan kepada masyarakat, bahwa angkutan ilegal ini tidak memiliki jaminan dan fasilitas apapun apabila terjadi kecelakaan.
"Kita cuma bisa menghimbau kepada masyarakat, kalau naik angkutan ilegal, anda tidak punya perlindungan apapun sebagai konsumen. Seperti Jasa Raharja itu tidak bisa mengcover," pungkas Anthony.