Kewajiban PCR Penumpang Disebut Membuat Maskapai Makin Sekarat, Pemerintah Mana Solusinya?
Kebijakan tersebut dianggap tidak memberikan solusi terhadap kesehatan bisnis penerbangan nasional.
Editor: Hendra Gunawan
Sebagai contoh, kasus penumpang usia 6 tahun yang membuka pintu darurat pesawat Citilink belum lama ini.
"Menurutnya itu adalah sebuah pelanggaran yang dilakukan oleh maskapai, karena saat ini anak-anak masih dilarang naik pesawat. Tapi pelanggaran juga banyak terjadi di mana-mana," jelasnya.
Akal-akalan Hingga Mahal
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, membeberkan selama ini ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) tes PCR di lapangan banyak diakali oleh penyedia sehingga harganya naik berkali lipat.
"HET PCR di lapangan banyak diakali oleh provider (penyedia) dengan istilah 'PCR Ekspress', yang harganya tiga kali lipat dibanding PCR yang normal.
Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1x24 jam," tutur Tulus dilansir Kompas.com dari Antara, Minggu (24/10/2021).
Dia juga menilai kebijakan wajib PCR bagi penumpang pesawat diskriminatif karena memberatkan dan menyulitkan konsumen.
"Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen, bahkan tidak pakai apapun," katanya.
Tulus menyebutkan syarat wajib PCR sebaiknya dibatalkan atau minimal direvisi.
Misalnya, waktu pemberlakuan PCR menjadi 3x24 jam, mengingat di sejumlah daerah tidak semua laboratorium PCR bisa mengeluarkan hasil cepat.
"Atau cukup antigen saja, tapi harus vaksin dua kali. Dan turunkan HET PCR kisaran menjadi Rp 200 ribuan," imbuhnya.
Tulus meminta agar kebijakan soal syarat penumpang pesawat terbang benar-benar ditentukan secara adil.
"Jangan sampai kebijakan tersebut kental aura bisnisnya. Ada pihak pihak tertentu yang diuntungkan," pungkas Tulus Abadi.
Sebaiknya Dihapus
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.