Pinjol Legal Turunkan Bunga Kredit Hingga 50 Persen, Berikut Tanggapan Para Pemainnya
Dampak pengurangan bunga terhadap perusahaan fintech lending yaitu harus benar-benar selektif memilih calon peminjam.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Keresahan masyarakat terhadap aksi teror layanan financial technology (fintech) lending atau pinjaman online (pinjol ilegal) berpengaruh juga terhadap pinjol.
Perusahaan-perusahaan pinjol yag telah memiliki izin usaha ini memangkas bunga pinjamannya kepada masyarakat.
Besaran bunganya yang dipangkas pun cukup tinggi yaitu hingga 50 persen.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko mengatakan, hal tersebut sebagai upaya seluruh anggota resmi dalam menghadapi pinjol ilegal.
Baca juga: 3 Data Konsumen yang Bisa Diakses Pinjol Legal, Ini Penjelasan OJK
"Kami selaku wakil industri perlu lakukan langkah-langkah agar industri ini lebih sehat. Karena itu, kami putuskan menurunkan untuk sementara tingkat biaya pinjaman karena di dalamnya ada bunga dan lainnya hingga 50 persen," ujarnya saat webinar, akhir pekan ini.
Sunu mengungkapkan, dalam aturan kode etik di industri pinjol atau financial technology (fintech) lending yakni bunga pinjaman tidak lebih dari 0,8 persen per hari.
"Dengan itu, diputuskan turun 50 persen jadi 0,4 persen," katanya.
Sementara itu, dampak pengurangan bunga terhadap perusahaan fintech lending yaitu harus benar-benar selektif memilih calon peminjam.
Baca juga: Pakar: Pinjol Ilegal Bukti Ketidakmampuan Negara Sejahterakan Masyarakat
"Tentu saja efeknya bagi anggota kami adalah memilih peminjam dengan risiko rendah. Efeknya akan signifikan, sehingga kami putuskan berlaku selama 1 bulan, ini keputusan berat, kami harus menyesuaikan produk kami, manajemen risiko kami."
"Konsekuensi penurunan biaya pinjaman adalah para anggota kita harus seleksi lebih ketat kepada siapa berikan pinjaman.
Kenapa hanya 1 bulan? Keputusan ini tidak mudah, sangat berat bagi anggota kita, tapi kita percaya bahwa pinjol ilegal dapat dihapus, ini bentuk kontribusi kami dengan berkorban," ujarnya saat webinar, Jumat (22/10/2021).
Dia menjelaskan, keputusan pemangkasan tersebut baru diambil hari ini dan akan memerlukan waktu untuk berlaku secara efektif.
"Kapan berlakunya? Karena sebagai platform elektronik butuh waktu secara teknis dan SOP. Kita butuh waktu untuk implementasi," kata Sunu.
Di sisi lain, dia menambahkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih berlakukan moratorium atau pemberhentian untuk perusahaan fintech dapat izin baru.
Baca juga: Diteror Debt Collector Pinjol, Wanita di Pasuruan Difitnah Jual Narkoba Lalu Disebar ke Kenalan
"Saat ini masih moratorium, OJK lakukan kajian terhadap perusahaan terdaftar untuk jadi berizin, butuh waktu lama untuk berizin, dari sebelumnya 150 anggota jadi 106 anggota di kami. OJK minta anggota kami menyerahkan tanda (resmi) terdaftarnya karena butuh waktu lama proses berizin, tapi bisa masuk lagi setelah proses moratorium berakhir," pungkas Sunu.
Harus Lebih Manusiawi
Sebelumnya Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, pihaknya akan melakukan pembenahan terhadap fintech P2P lending yang telah terdaftar dan berizin.
Ia mendorong penyelanggara pinjol untuk menyediakan layanan pinjaman yang lebih baik kepada masyarakat.
“Suku bunga lebih murah dan penagihan terus ditingkatkan supaya tidak menimbulkan ekses di lapangan,” kata Wimboh, dalam unggahannya di akun Instagram @ojkindonesia, dikutip Kompas.com, Selasa (19/10/2021).
Selain itu dalam rangka perbaikan tata kelola industri fintech P2P lending, OJK akan mewajibkan seluruh penyelenggara pinjol tergabung dalam asosiasi atau Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
“Asosiasi membina bagaimana para pelaku ini bisa lebih efektif memberikan pinjaman murah, tepat, dan tidak menimbulkan ekses-ekses penagihan yang melanggar kaidah dan melanggar etika,” ucapnya.
Sambutan Pemain Pinjol
Para pemain fintech P2P lending resmi pun menyambut baik hal tersebut. Seperti, CEO & Co-Founder Akseleran Ivan Tambunan yang menyatakan, hal ini merupakan respon industri yang baik sehubungan dengan komentar Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu terkait pemberantasan pinjol ilegal, serta Ketua Dewan Komisioner OJK serta Menkopolhukam.
"Kiranya maksimum pricing yang dipangkas ini bisa memberikan nilai tambah yang semakin jelas bagi para pengguna layanan pinjaman online yang legal dibanding dengan yang ilegal," kata Ivan kepada kontan.co.id, Jumat (22/10).
Ivan menyebut, penurunan bunga pinjaman ini tidak akan berdampak kepada Akseleran, karena bunga rata-rata Akseleran di 18% per tahun, atau 1,5% per bulan, atau 0,05% per hari.
"Perlu masyarakat pahami bawah pelaku fintech lending itu berbeda-beda. Ada yang menyasar segmen produktif UMKM size menengah seperti Akseleran, yang bunganya di kisaran 18% per tahun. Namun ada juga yang bermain di segmen konsumtif cash loan yang menyasar orang-orang yang unbankable. Di segmen ini risikonya tinggi sekali, dengan tenor pendek dan jumlah yang kecil. Biasanya pinjamannya hanya sebesar Rp 1 juta dengan tenor 1 bulan," jelas Ivan.
Selain itu menurutnya, biaya yang dikeluarkan platform untuk melayani pinjaman tersebut biasanya bisa mencapai Rp 100.000 untuk biaya tanda tangan digital, biaya e-kyc, biaya IT, biaya server, biaya maintenance dan administrasi, biaya transfer dana, dan lain-lain.
"Itu saja sudah 10% dari nilai pinjaman yang besarnya Rp.1 jt. Maka itu bila bunga dibuat maksimal 0,4% per hari atau 12% per bulan maka akan ada segmen yang tadinya terlayani oleh fintech lending legal ke depannya akan tidak dapat lagi terlayani. Jumlah pinjaman akan lebih besar dengan tenor lebih panjang dan risiko yang lebih kecil," tambah Ivan.
Pada akhirnya kata Ivan, masalah pricing ini menjadi pilihan yang perlu kita pertimbangkan secara matang. Mau lebih murah tapi ada segmen yang tidak bisa dilayani, atau mau dibolehkan lebih tinggi bunganya tapi lebih banyak segmen yang bisa dilayani.
"Tampaknya untuk saat ini ada kecenderungan pilihan yang awal. Semoga ini bisa membuat industri kita lebih sehat lagi ke depannya," ujar Ivan.
Ivan mengaku, untuk Akseleran dalam menurunkan bunga pinjaman tergantung kepada segmennya. "Kalau buat Akseleran sih jauh ya, karena bunga kami rata-rata di 0,05% per hari, 1,5% per bulan, 18% per tahun," kata Ivan.
CEO ALAMI Dima Djani juga mengaku, dengan adanya penurunan bunga pinjaman ini sangat positif karena akan menurunkan cost of funds terutama untuk pembiayaan produktif.
"Pricing kami sudah kompetitif di market jadi dengan adanya penurunan bunga pinjaman ini tidak berpengaruh kepada kami," kata Dima.
Terkait masih adakah ruang untuk menurunkan bunga pinjaman, Dima mengaku hal itu sangat tergantung pada model bisnis. "Untuk pembiayaan produktif, sepertinya ruangnya masih besar," ujar Dima.
Rp 250 Triliun
AFPI mengklaim perusahaan pinjaman online (pinjol) sudah memberikan pinjaman atau utangan Rp 250 triliun sejak 2017 hingga Agustus 2021.
Ketua Klaster Fintech Multiguna AFPI Rina Apriana mengatakan, berdasarkan data pihaknya, perusahaan pinjol atau financial technology (fintech) lending sudah melayani 193 juta transaksi di sisi pemberi pinjaman.
"Sementara untuk peminjam sudah diberikan ke sebanyak 479 juta transaksi per Agustus 2021," ujarnya saat webinar, Jumat (22/10/2021).
Kemudian, dia menjelaskan dari sisi penyelenggara fasilitas pinjol, peluang tersebut cukup besar dengan jumlah 106 anggota resmi terdaftar dan berizin di AFPI.
"Penyelenggara terdaftar di kita ada 106 perusahaan. Layani 479 juta (transaksi) eminjam, 479 juta ini ada yang repeat order atau peminjaman berulang," kata Rina.
Dengan capaian itu, AFPI memperlihatkan kontribusi industri fintech terhadap perekonomian Indonesia hingga saat sekarang.
"Dengan inovasi-inovasi teknologi di fintech beri kemudahan akses, jenis layanan keuangan, dan penetrasi lebih banyak ke konsumen di daerah terpencil," pungkasnya. (Tribunnews.com)