Garuda Indonesia Terancam Pailit, Opsi Diganti Pelita Air Hingga Sekarga Bereaksi
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo menyatakan, membenarkan rencana untuk menyiapkan Pelita Air sebagai maskapai berjadwal
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terancam pailit akibat adanya permohonan PKPU oleh PT Mitra Buana Koorporindo.
Permohanan PKPU oleh Mitra Buana Koorporindo ke Garuda Indonesia, dilayangkan melalui kuasa hukumnya Atik Mujiati ke Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 22 Oktober 2021. Kasus ini terdaftar dengan nomor perkara 425/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Jkt.Pst.
Mengutip Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, Sabtu (23/10/2021), Mitra Buana Koorporindo dalam petitumnya meminta majelis hakim menerima dan mengabulkan seluruh permohonan.
"Menetapkan PKPU Sementara terhadap termohon PKPU, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, untuk paling lama 45 hari terhitung sejak putusan PKPU Sementara a quo diucapkan," demikian bunyi petitum.
Berdasarkan laman resminya, Mitra Buana Koorporindo merupakan perusahaan System Integrator (SI) skala nasional yang menyediakan berbagai solusi IT khusus bagi pelanggan bisnis. Pada situs tersebut diketahui perusahaan memiliki banyak klien, salah satunya adalah Garuda Indonesia.
Tidak hanya perusahaan dari dalam negeri, klien Mitra Buana Koorporindo juga ada yang merupakan perusahaan luar negeri. Mitra Buana Koorporindo sudah berdiri sejak Februari 2007 dan berlokasi di Jakarta.
Baca juga: Garuda Kembali Digugat PKPU, Kali Ini Penggugatnya Adalah Mitra Buana Koorporindo
Sebelumnya, Garuda Indonesia terancam pailit karena gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh PT My Indo Airlines. Majelis Hakim menyatakan menolak pengajuan PKPU My Indo Airlines pada sidang putusan Kamis (21/10/2021) lalu.
Permohonan PKPU My Indo Airlines diajukan ke PN Jakarta Pusat sejak 9 Juli 2021 dengan nomor perkara 289/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Jkt.Pst. Gugatan dilayangkan karena Garuda Indonesia menunggak pembayaran sejumlah kewajiban kepada My Indo Airlines.
Opsi Garuda Diganti Pelita Air
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo menyatakan, membenarkan rencana untuk menyiapkan Pelita Air sebagai maskapai berjadwal untuk mengantisipasi apabila restrukturisasi dan negosiasi yang sedang dijalani oleh Garuda Indonesia tak berjalan mulus.
"Kalau mentok ya kita tutup (Garuda), tidak mungkin kita berikan penyertaan modal negara karena nilai utangnya terlalu besar," kata Kartika, Minggu (24/10/2021).
Menurutnya, progres negosiasi dan restrukturisasi utang Garuda Indonesia dilakukan dengan seluruh lender, lessor pesawat, hingga pemegang sukuk global, melibatkan tiga konsultan yang ditunjuk Kementerian BUMN.
Baca juga: Tolak Opsi Mempailitkan Garuda, Sekarga: Menyakiti Perasaan Masyarakat Indonesia
Meskipun demikian, negosiasi dengan kreditur dan lessor masih alot dan membutuhkan waktu yang panjang. Salah satu alasannya, pesawat yang digunakan Garuda Indonesia dimiliki puluhan lessor.
Kartika menilai opsi penutupan Garuda Indonesia tetap terbuka meski berstatus sebagai maskapai flag carrier. Alasannya, saat ini sudah lazim sebuah negara tidak memiliki maskapai yang melayani penerbangan internasional.
Irfan Setiaputra, Direktur Utama Garuda Indonesia berpendapat, opsi yang disiapkan Kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas Garuda Indonesia adalah hal yang wajar. Kementerian BUMN melihat berbagai kemungkinan melalui perspektif yang lebih.
Di sisi lain, Irfan juga menegaskan bahwa manajemen Garuda Indonesia tetap berupaya memperbaiki kinerja keuangan perseroan melalui restrukturisasi. Adapun fokus utama Garuda Indonesia saat ini adalah untuk terus melakukan langkah akseleratif pemulihan kinerja yang utamanya dilakukan melalui program restrukturisasi menyeluruh.
Baca juga: Maskapai Garuda Indonesia Dikabarkan Bakal Pailit, Begini Kata Manajemen
Sekarga Tolak Opsi Mempailitkan Garuda
Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) menanggapi pernyataan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Kartika Wirjoatmodjo yang menyatakan, membuka opsi mempailitkan Garuda Indonesia dan akan digantikan oleh Pelita Air Service.
Ketua Harian Tomy Tampatty mengatakan, sikap tersebut tidak mencerminkan sikap seorang pejabat negara dan tidak memiliki rasa nasionalisme serta melukai perasaan masyarakat Aceh yang telah menyumbangkan hartanya kepada Presiden Pertama Soekarno untuk membeli pesawat pertama.
Tomy Tampatty juga mengungkapkan, bahwa apabila dicermati sejak awal pembicaraan penyelamatan Garuda Indonesia sudah ada keanehan sebab ada dua cara pandang yang berbeda.
Baca juga: Syarat Pailit Terlalu Mudah Diklaim Jadi Penyebab Banyak Perusahaan Sehat Tumbang
"Pertama, Komisi VI DPR RI, menyarankan Garuda Indonesia melalui opsi satu yaitu internal manajemen Garuda Indonesia harus melakukan proses restrukturisasi utang dengan cara melakukan negosiasi langsung secara maksimal dengan pihak Lessor, kreditur dan vendor," ucap Tomy, Sabtu (23/10/2021).
Kemudian komisi VI DPR RI juga menyatakan akan mendukung penuh pemerintah untuk membantu memberikan pinjaman modal kerja untuk kelangsungan operasional Garuda Indonesia.
"Opsi yang dipilih komisi VI DPR RI ini tidak berpotensi Garuda Indonesia bisa dipailitkan," ujar Tomy.
Sejak awal, lanjut Tomy, Sekarga sangat mendukung saran opsi satu dari komisi VI DPR RI dan juga dari awal kami menyatakan menolak opsi dua yang dipilih oleh manajemen Garuda Indonesia.
Namun Direktur Utama Garuda Indonesia tidak setuju dengan saran satu opsi satu komisi VI DPR RI tersebut karena karena memilih opsi dua, yaitu proses restrukturisasi hutang dilakukan dengan mengajukan permohonan penyelesaian ke Pengadilan Niaga melalui PKPU meski berisiko dapat dipailitkan.
Baca juga: Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra Menjawab Kabar Opsi Pailit, Ini Penyataannya
"Kami berharap kepada semua stakeholder termasuk Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo untuk tidak mengeluarkan pernyataan yang menurunkan kepercayaan pihak yang mempunyai hubungan bisnis dengan Garuda Indonesia," kata Tomy.
Ia juga mengungkapkan, bahwa Sekarga berharap seluruh stakeholder mendukung penyelamatan Flag Carrier Garuda Indonesia.
"Khusus kepada pemerintah sebagai pemilik 64,54 persen saham Garuda Indonesia kiranya dapat ikut mendukung penyelamatan maskapai tanah air tersebut," kata Tomy.
Sebagai bentuk tanggung jawab di internal, Sekarga telah mengirimkan Proposal Penyelamatan Garuda Indonesia kepada Presiden Republik Indonesia dan Menteri BUMN.
"Kemudian sebagai wujud dari sense of crisis di internal Garuda Indonesia, kami sudah melakukan efisiensi diantaranya pemotongan penghasilan seluruh karyawan Garuda Indonesia sebesar 25-50 persen sejak Pandemi Covid-19 tahun 2020 sampai saat ini," ujar Tomy. (Tribunnews.com/Kontan)