Pengusaha Beberkan Potensi Dagang ke Wilayah Pasifik
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia membeberkan potensi dagang ke wilayah Pasifik, di antaranya Australia.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia membeberkan potensi dagang ke wilayah Pasifik, di antaranya Australia.
Ketua Komisi Tetap Asia Pasifik Kadin Indonesia Hans Lukiman mengatakan, pengusaha sebelumnya menganggap pasar daerah Pasifik tidak umum dibicarakan atau cukup asing di telinga.
Padahal, banyak kemiripan antara Negeri Kanguru tersebut dengan Indonesia, berupa negara archipelago yakni dikelilingi banyak pulau.
Baca juga: Mendag Lutfi Tak Cemas Terkait Besarnya Defisit Neraca Perdagangan RI-Pasifik
"Kita familiar dengan medan perang seperti ini dibanding negara dengan satu pulau luas. Income per kapita mereka di mana kita tahu, ada 4 pendorong di Pasifik yaitu sektor ICT (Information and Communications Technology), fishery, tourism, dan labor mobility," ujarnya dalam webinar "Pacific Exposition 2021: Pintu Gerbang Memasuki Pasar Pasifik", Senin (25/10/2021).
Lebih rinci di sisi tourism atau pariwisata, Hans menjelaskan, ada potensi untuk mengembangkan kawasan properti mewah kelas atas.
Bahkan jumlah potensi pasar dari sektor bisnis pariwisata itu cukup menjanjikan, dapat mencapai 500 juta dolar Amerika Serikat (AS).
"Secara spesifik, beberapa kesempatan contohnya highend luxury property, kita ingin melihat luxury tourism, di Pasifik ada kesempatan. Ada kekurangan (akomodasi) 130 ribu turis per tahun, ada peluang ekspansi ke Pasifik, artinya harus di-develop lagi," katanya.
Baca juga: Mayoritas Bukan Negara Industri, Alasan Indonesia Harus Bisa Rebut Pasar Kawasan Pasifik
Adapun selain 4 sektor bisnis yang sudah ada pasarnya tersebut, sebenarnya ada beberapa lagi belum terjamah pasar internasional untuk menuju Pasifik.
"Di pasifik sebenarnya pertambangan punya potensi besar, tapi belum disentuh mancanegara. Kenapa tidak Indonesia jadi pertama?" pungkas Hans.