Diisukan Akan Gantikan Garuda, Pelita Air Service Kantongi Izin Terbang Berjadwal, Simak Profilnya
Adita Irawati mengatakan, surat izin usaha penerbangan berjadwal sudah dikeluarkan untuk Pelita Air.
Penulis: Hari Darmawan
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hari Darmawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabar mengenai maskapai penerbangan Garuda Indonesia yang akan digantikan oleh Pelita Air Service ramai menjadi perbincangan.
Pelita Air Service sendiri merupakan anak usaha milik Pertamina, yang sudah tersertifikasi untuk izin usaha penerbangan komersial.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati mengatakan, surat izin usaha penerbangan berjadwal sudah dikeluarkan untuk Pelita Air.
Baca juga: Tanggapan Garuda Indonesia Terkait Gugatan PKPU PT Mitra Buana Koorporindo
Ia juga mengungkapkan, Pelita Air sudah mengantongi sertifikat standar angkutan udara niaga berjadwal. Sertifikat tersebut berfungsi untuk melakukan operasional penerbangan.
Sementara itu menurut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto, Pelita Air Service sudah memiliki sertifikat standar yang diterbitkan oleh Online Single Submission Risk Based Approach.
"Pelita Air Service saat ini sudah mempunyai izin usaha angkutan udara dalam negeri atau domestik," ucap Novie saat dikonfirmasi, Rabu (27/10/2021).
Meski begitu, Novie mengungkapkan, bahwa maskapai Pelita Air masih harus mengurus izin lainnya, seperti sertifikat Air Operator Certificate (AOC) atau izin terbang.
"Pelita Air selanjutnya harus mengurus sertifikat AOC dan penetapan pelaksanaan rute penerbangan," ujar Novie.
Sebagai informasi, maskapai Pelita Air ini sudah terbentuk sejak tahun 1963. Saat itu Pertamina sedang meningkatkan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas di Indonesia.
Pelita Air dibentuk untuk urusan transportasi minyak dan gas, hingga personel. Maskapai ini kemudian diberi misi melakukan operasi penerbangan untuk melayani dan mengkoordinasikan operasi penerbangan secara ekonomis dalam industri migas di Indonesia melalui penerbangan charter dan kegiatan terkait.
Anggota Komisi VI DPR Tak Setuju Garuda Ditutup
Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto mengaku kurang sependapat jika maskapai Garuda Indonesia ditutup apalagi dipailitkan.
Menurutnya, masih banyak opsi rasional yang bisa ditempuh Pemerintah guna menyelamatkan maskapai kebanggaan bangsa dan negara ini.
Baca juga: Tanggapan Garuda Indonesia Terkait Gugatan PKPU PT Mitra Buana Koorporindo
"Pertama Pemerintah harus menginstruksikan aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan markup-markup yang terjadi di Garuda sebelumnya. Kerugian Garuda tidak bisa lepas dari praktik dugaan markup-markup dalam perjanjian dengan pihak Lessor," kata Politikus PDIP itu kepada wartawan, Rabu (27/10/2021).
Darmadi juga menyarankan, jika opsi tersebut di atas belum menemui titik terang maka masih banyak cara lain yang bisa ditempuh pemerintah guna menyelamatkan Garuda.
"Jika ada celah "korupsi" apalagi sampai bisa terbukti di negara lessor, tentu bisa dibawa ke FCPA (Foreign Corruption Practice Act) atau ke UK Bribery Act (UKBA). Semakin mudah jika lessor-nya perusahaan terbuka (listed diluar negeri). Mereka akan ketakutan terutama prinsipal lessor karena akan mempengaruhi valuasi nilai perusahaan di capital marketnya. Intinya Pemerintah harus menemukan bukti korupsi sehingga bisa renegosiasi dengan mulus," ujarnya.
Baca juga: Rekam Jejak Pelita Air, Maskapai Pengganti Jika Garuda Ditutup, Lengkap dengan Profilnya
Tak hanya renegosiasi dengan pihak Lessor, Darmadi juga menyarankan agar opsi restrukturisasi Garuda lebih flexible.
"Utang-utang Garuda yang kebanyakan ke BUMN lain misalnya mesti diperpanjang durasinya, bunga utangnya diturunkan sekecil mungkin serta adanya grace period yang panjang. Ini perlu dilakukan agar Garuda bisa terselamatkan. Jadi BUMN lain harus punya kesadaran bahwa Garuda sebagai maskapai kebanggaan bangsa harus diselamatkan," ucapnya.
Adapun terkait wacana pengalihan Garuda ke Pelita Air, Darmadi justru mempertanyakan sejauh mana kajian yang sudah dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN.
"Belum ada kajiannya terkait pemindahan Garuda ke Pelita Air. Padahal kajian ini penting sebagai proyeksi apakah Pelita Air mampu dari sisi keuangan, management, aset, bisnis, struktur pasar, persaingan dan aspek lainnya. Kan itu saja belum ada kok tiba-tiba mau dialihkan," katanya.
Baca juga: Naik Pesawat Harus PCR, Asosiasi Pilot Garuda Keberatan, Ini Alasannya
Masih kata Darmadi, ia berpesan agar para pemegang saham di Garuda punya kesadaran dan jiwa nasionalisme dengan merelakan kepemilikan sahamnya untuk diambil alih atau dibeli oleh pemerintah dengan harga minimal. Dengan catatan, pelepasan saham tersebut dengan harga yang seminimal mungkin .
"Pemerintah harus meminta kepada pemegang saham lainnya agar Garuda bisa dikuasai kembali oleh negara 100 persen demi kepentingan nasional dan penyelamatan Garuda. Kalau ditutup maka mereka juga (pemegang saham Garuda dari unsur masyarakat dan swasta) enggak dapat apa-apa," tuturnya.
Profil Pelita Air
Pelita Air merupakan maskapai yang sudah berdiri sejak tahun 1970 di Indonesia.
Pelita Air Service memiliki kantor pusat yang bertempat di Jl. Abdul Muis No. 52 -56 A Jakarta 10160, Indonesia.
Sementara kantor manajemen Pelita Air bertempat di Pondok Cabe Airport Jl. Pondok Cabe Raya South Tangerang 15418, Indonesia.
PT Pelita Air Service (PAS) merupakan perusahaan yang menyediakan layanan maskapai kelas satu yang luas dan berkualitas.
Perusahaan Pelita Air Service dipimpin oleh Michael Frankwin Umbas sebagai Presiden Komisaris, dibantu oleh Aji Prayudi dan M. Tonny Harjono selaku Komisaris di perusahaan.
Sementara Direktur utama dari PT Pelita Air saat ini dijabat oleh Alber Burhan, dibantu oleh Ir. Affan Hidayat selaku Direktur Produksi, dan juga Muhammad S. Fauzani selaku Direktur Keuangan dan Umum.
Pelita Air juga memiliki rekam jejak yang baik karena memenangkan berbagai penghargaan.
Rekam Jejak dari Pelita Air, Berdasarkan Catatan dari Pelita-air.com:
- Tercatat dari 2014 hingga 2017 sudah melakukan penerbangan dengan total waktu 37.884 jam terbang.
- Stasiun Pangkalan 5 (2017)
- Memiliki 15 sayap putar (Helikopter)
- Terdapat 9 sayap tetap
- Angkutan 1 harga BBM di Papua ( +150 Kl per bulan)
- Pelita air juga menyediakan lebih dari 30 jenis pelatihan dalam penerbangan dan turbin industri
- Pelita Air juga telah mengadakan 200 in class training untuk 1990 orang pada tahun 2017
- Memiliki 7 Sertifikasi yang sedang berjalan dari Dirjen Perhubungan Udara (DJP)
- Dan sudah memiliki persetujuan kemajuan: 3 sertifikasi nasional & 3 sertifikasi internasional.
Baca juga: Kewajiban PCR Penumpang Disebut Membuat Maskapai Makin Sekarat, Pemerintah Mana Solusinya?
Baca juga: Maskapai Citilink Diisukan Hentikan Sementara Operasi Penerbangan di Bandara JBS Purbalingga
Penghargaan dan Sertifikasi Pelita Air
- Penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dari Menteri Ketenagakerjaan Indonesia pada 2019
- Penghargaan Best Improvement dari Pertamina pada 2015
- Penghargaan Operator Safety Award dari Helicopter Association International
- Sertifikat dari The International Institute of Aviation Quality and Safety pada tahun 2015
- Sertifikasi dari Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara pada tahun 2016
- Sertifikasi Basic Aviatuon Risk Standard dari Flight Safety Foundation pada 2019-2020.
- Sertifikasi Operator Pesawat Udara Republik Indonesia dari Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara pada tahun 2019-2021.
Maskapai Pelita Air memiliki Visi dan Misi sebagai berikut:
- Visi
Menjadi penyedia penerbangan paling tepercaya
- Misi
Memberikan layanan penerbangan teraman & paling efisien
Mitra yang andal memecahkan kebutuhan penerbangan klien kami
Bertanggung jawab terhadap lingkungan.
(Tribunnews.com/Oktavia WW)(Kompas.com/Muhammad Idris)
Berita lain terkait Maskapai Pelita Air