Dirikan Bank Digital Kini Tak Gampang, POJK yang Baru Syaratkan Modal Inti Rp 10 Triliun
Aturan baru OJK mengatur modal minimum pendirian bank digital senilai Rp 10 triliun.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Ferrika Sari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aturan tentang syarat pendirian bank digital kini semakin ketat setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja menerbitkan ketentuan baru pendirian serta bisnis bank digital.
Salah satunya mengatur modal minimum pendirian bank digital senilai Rp 10 triliun. Hal ini tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Bank Umum.
Kebijakan ini secara resmi ditandatangani oleh Ketua Dewan Komisaris OJK Wimboh Santoso pada 30 Juli 2021 dan berlaku tiga bulan bulan kemudian yakni 31 Oktober 2021.
OJK punya alasan kenapa pendirian bank digital harus bermodal besar.
Berdasarkan riset OJK, bank dapat beroperasi secara efisien, menghasilkan laba dan berkontribusi bagi perekonomian nasional jika modalnya intinya Rp 10 triliun.
Jika hanya bermodal Rp 2 triliun, baru menghasilkan laba dan belum berkontribusi optimal bagi perekonomian.
Baca juga: OJK: Potensi Ekonomi Digital Indonesia Harus Cepat Dioptimalkan
Anggota Dewan Komisioner merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengungkapkan, hingga saat ini belum ada pengajuan pendirian bank digital secara penuh.
Baca juga: Di GIIAS 2021 Astra Financial and Logistic akan Tonjolkan Berbagai Inovasi Digital
"Nah, itu belum ada yang mendirikan baru dan menjadi fully digital bank. Jadi, yang seperti itu belum ada," kata Heru, pekan lalu.
Walaupun begitu, mereka diberikan pilihan untuk mengakuisisi bank dengan ekosistem yang sudah ada, atau mendirikan bank baru bermodalkan Rp 10 triliun.
Baca juga: Fokus pada Digitalisasi, Kinerja BSI Pasca Merger Semakin Solid
Sekarang lebih banyak perbankan melakukan transformasi serta pelayanan secara digital. Ramainya bank digital membuat tren akuisisi bank mini juga marak.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk misalnya, berencana akuisisi bank kecil yang akan diubah menjadi bank digital.
Heru mengapresiasi rencana konsolidasi sejumlah bank, termasuk BNI.
Ini mengingat perbankan menjadi sektor seksi bagi investor untuk menanamkan uangnya. Itu semua harus dibarengi pemenuhi ketentuan dari otoritas.
"Tapi investor harus memenuhi kaidah - kaidah dari OJK, apakah dia mempunyai permodalan yang kuat, komitmen terhadap perekonomian kita, dan tidak tercatat membuat tindakan tercela," terang Heru.
Setelah persyaratan itu terpenuhi, OJK kemudian melakukan uji kelayakan dan kepatuhan kepada investor.
Hal ini dilakukan untuk penguatan struktur dan peningkatan ketahananan perbankan.
Sebelumnya, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menyatakan, perusahaan sudah mencapai kesepakatan awal untuk mengakuisisi bank.
Baca juga: Telkomsel redi dan BCA Digital Integrasikan Layanan Perbankan, dari Cek Saldo Sampai Beli Pulsa
Ia membocorkan, bank yang tengah dibidik memiliki ekosistem bisnis yang kuat untuk dikembangkan menjadi bank digital.
“Pengembangan anak usaha bank digital sudah ada di rencana bisnis bank (RBB) 2021, termasuk penganggaran dana untuk akuisisi."
"Target idealnya buku I dan II, berdasarkan klasifikasi bank sebelumnya, yang intinya tidak lebih modalnya intinya Rp 3 triliun, tentu akuisisi yang sesuai ketentuan yang berlaku, kami pastikan valuasi yang wajar,” jelas Royke.
Royke menyatakan aksi akuisisi ini tidak akan mengganggu modal bagi BNI. Sebab, bank pelat merah ini memiliki modal yang kuat untuk ekspansi organik dan anorganik.
Salah satunya melalui penguatan modal dengan penerbitan Additional Tier-1 Capital Bond Tahun 2021 sebesar US$ 600 juta pada bulan lalu.
“Rencana penguatan modal dalam dua tahun ke depan masih dalam kajian, dengan strategi pengembangan bank digital yang akan kita adaptasi. Yang pasti fundamental kami sangat kuat. Kami tidak akan bakar uang,” terang Royke.
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Ketentuan pendirian bank digital mulai berlaku akhir Oktober 2021, berikut isinya