Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

KPPU Siap Dalami Dugaan Praktik Monopoli Dalam Survei Produk Nikel di Smelter

Ketua KPPU Kodrat Wibowo, mengingatkan agar jangan sampai terjadi diskriminasi atau tindakan monopoli dalam praktik usaha

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in KPPU Siap Dalami Dugaan Praktik Monopoli Dalam Survei Produk Nikel di Smelter
Kontan
Ilustrasi - Bijih Nikel. KPPU Siap Dalami Dugaan Praktik Monopoli Dalam Survei Produk Nikel di Smelter 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kodrat Wibowo, mengingatkan agar jangan sampai terjadi diskriminasi atau tindakan monopoli dalam praktik usaha, termasuk di industri nikel.

Kodrat menilai, dalam kasus penunjukan surveyor di lokasi nikel, bisa masuk kategori diskriminasi. 

Pasal tersebut memang antar pelaku usaha. Sementara dalam kasus surveyor nikel, ada kemungkinan terlibat pihak lain.

Sehingga menurut Kodrat bisa mengambil pasal 22 UU No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender.

Di dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) No. 02 Tahun 2010 tentang Pedoman Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender, dinyatakan bahwa pengertian tender itu mencakup tawaran mengajukan harga untuk: (1) memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan; (2) mengadakan barang dan/atau jasa; (3) membeli suatu barang dan/atau jasa; (4) menjual suatu barang dan/atau jasa.

"Kemungkinan yang bisa diduga, pihak lain ini adalah yang punya kewenangan dalam penunjukan pengadaan surveyor nikelnya. Kalau ini yang saya tangkap ada pengadaan untuk surveyor, kemudian surveyor ada banyak kenapa menang itu saja, yang ditunjuk itu saja. Kalau pengadaan, kan, ada tender. Pengadaan tender ini bisa ambil pasal 22 tentang kongkalikong persekongkolan, antara pelaku usaha pihak lain. Pihak lainnya vertikal yaitu, mereka yang punya kewenangan menunjuk, dan mereka yang punya otoritas pengadaan," ucap Kodrat, saat dihubungi media, Selasa (2/21/2021).

Baca juga: CORE Ingatkan Pemerintah DPR Perlu Tegas ke Surveyor Nikel yang Tidak Taat Aturan Survei

Berita Rekomendasi

Penunjukan langsung bisa saja dikecualikan , kalau semua berdasar hirearki perundangan, ada Undang-undang, ada Peraturan Pemerintah, ada Peraturan Menteri, yang menunjuk pihak tertentu. 

Tapi kalau semua harus melalui pengadaan, mau tidak mau patuh pada aturan pengadaan, dan KPPU bisa masuk melakukan penyelidikan.

"KPPU akan melihat ini, apakah sesuai aturan pasal 22, mengenai persekongkolan tender, pelaku usaha dengan pihak lain. Berdasarkan fatwa Mahkamah Konstitusi, pihak lain yang punya kewenangan, dalam hal ini pihak pengadaanya, bisa juga pemerintah yang mengawasi surveyornya," tegas Kodrat.  

Kalau ini dibiarkan sudah jelas merugikan. Karena itu, KPPU berharap, jika ada merasa dirugikan, laporkan ke KPPU.  

Ia mengingatkan, yang namanya membuat satu pelaku usaha saja, termasuk praktik monopoli. Memenangkan satu pihak, dengan merugikan  orang lain, tidak diperbolehkan.

Misal, apakah memang ketika surveyor mendaftar tapi dianggap tidak layak, dikalahkan, atau memang ada persekongkolan antar pelaku usaha, atau pelaku usaha dengan pihak lain.

"Karena ini pengadaan jasa, sementara pelaku usaha banyak, kalau ada indikasi monopoli, diskriminasi, KPPU bisa inisiatif. Kalau tidak ada laporan, namun dianggap ini fenomena yang perlu diselesaikan, KPPU akan ambil perkara ini insiatif. Namun alangkah lebih baik ada laporan, sehingga tidak perlu ada rapat komisi. Dari laporan kemudian dikonfirmasi, jika ditemukan indikasi awal, KPPU go ahead, tidak peduli siapa yang terlibat, pelaku usahanya atau pihak lain," tegas Kodrat.

Baca juga: Larang Ekspor Nikel, Jokowi Tidak Takut Digugat WTO 

Hanya saja, jika berdasar inisiatif KPPU, dalam melakukan penanganan, akan makan waktu dibandingkan ada laporan dari pihak yang merasa dirugikan, merasa dikesampingkan tanpa alasan jelas, dan lebih baik lagi ada sanggahan tapi sanggahan itu tidak diterima.

Ia pun mengingatkan, surveyor pun perlu taat pada aturan teknis yang dibuat. Jika tidak melakukan prosedur dan malah ditunjuk, maka kualitas pekerjaan juga bisa dikatakan tidak sesuai.

"Berarti ada yang salah, kualitas pekerjaan tidak sesuai, masa digunakan terus.  KPPU akan mempelajari, istilahnya lakukan penyelidikan awal. Namun akan lebih baik ada pelaku yang dirugikan ajukan laporan, karena akan mempercepat. Ada indikasi yang bisa digunakan secara menyakinkan, sah secara hukum, oleh KPPU," tegas Kodrat.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah mengungkapkan, tidak boleh ada surveyor yang diistimewakan, bahkan seharusnya semua surveyor mengikuti semua prosedur, metodologi survei hitungan kadar nikel sesuai aturan yang ditetapkan pemerintah.

"Surveyor seharusnya punya standard prosedur tidak boleh asal potong kompas. Selisih hitung kadar nikel jelas merugikan negara karena pendapatan yang lebih kecil. Hal ini seharusnya ditindaklanjuti secara serius," ujarnya.

Baca juga: Pengamat: Selisih Hitung Kadar Nikel Bisa Berdampak Pada Penerimaan Negara

"Harus dibuktikan selisih hitung itu dan apa penyebabnya. Kalau terjadi dikarenakan kong kalikong pengusaha tambang dengan surveyor, keduanya harus mendapatkan sanksi yang tegas. Kalau yang terjadi adalah kelalaian surveyor, maka surveyor harus disanksi termasuk sanksi dicabut izin operasi," tegas Piter.

Menurut Piter, sengkarut hitungan kadar nikel ini sejatinya bisa dituntaskan jika ada sikap tegas pemerintah, terutama pada surveyor. Jika tak ada ketegasan, malah dibiarkan lama, maka negara dan pengusaha dirugikan.

"Saya kira dalam hal ini solusinya hanya pada ketegasan saja. Pemerintah harus tegas terkait surveyor. Surveyor yang nakal harus disanksi agar pelaksanaan survey perhitungan kadar tidak lagi merugikan negara," tegasnya.

Akibat kesalahan hitung kadar nikel, bisa juga menguntungkan pengusaha tambang. Bahkan, patut dicurigai bagian kongkalikong pengusaha tambang dengan surveyor dalam rangka menghindari pajak.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas