Kereta Cepat Jakarta Bandung Disebut Proyek Nanggung, KCIC dan Gubernur Jabar pun Buka Suara
Setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelontorkan duit APBN Rp 4,3 triliun untuk mendanai proyek kerja sama Indonesia dengan China
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) menuai banyak kritik dari masyarakat.
Setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelontorkan duit APBN Rp 4,3 triliun untuk mendanai proyek kerja sama Indonesia dengan China kritik semakin meluas.
Langkah Jokowi tersebut dilakukan agar proyek kerja sama Indonesia dengan China tersebut agar tidak mangkrak.
Banyak masyarakat yang kecmeluas ewa dengan janji Presiden Jokowi yang sebelumnya berikrar tidak akan menggunakan uang rakyat sepeser pun. Proyek tersebut juga sebelumnya diklaim tidak akan dijamin pemerintah.
Baca juga: Proyek KCJB Dinilai Bisa Tingkatkan Daya Tarik Investasi di Karawang
Selain pendanaan lewat APBN, kritik lainnya yakni terkait jarak Jakarta-Bandung yang relatif dekat, hanya sekitar 150 kilometer, sehingga dinilai akan membuat kecepatan kereta cepat kurang maksimal.
Belum lagi, transportasi Jakarta dan Bandung selama ini sudah dianggap baik dengan keberadaan Tol Cipularang serta KA Argo Parahyangan.
Selain itu, stasiun kereta cepat berada di pinggiran Kota Bandung.
Untuk menuju Kota Bandung dan Cimahi, penumpang kereta cepat disarankan turun di Stasiun Padalarang, untuk kemudian melanjutkan perjalanan dengan kereta lain, yakni KA diesel yang disediakan KAI.
Tak hanya itu, jika tujuannya adalah Kota Bandung, penumpang kereta cepat harus berjalan kaki untuk berpindah menuju stasiun kereta reguler setelah turun dari kereta cepat di Padalarang.
Baca juga: Pembengkakan Biaya Proyek Kereta Cepat Tak Terjadi di KCJB Saja? Berikut yang Terjadi di Luar Negeri
Kondisi inilah yang membuat proyek ini oleh beberapa kalangan disebut proyek serba 'nanggung'.
Tanggapan KCIC
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung merupakan proyek nasional.
Sehingga pengambilan keputusan tak hanya atas pertimbangan satu kementerian saja, tetapi juga Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar), termasuk dalam penentuan lokasi stasiun.
"Pada saat itu kemungkinan Pemerintah Provinsi Jabar menganggap kalau hanya pengembangan di Bandung Barat saja dan tidak ada pengembangan di Bandung Timur, menurut teman-teman di Provinsi Jabar ya kurang. Kurang terdampak nanti pada perekonomiannya," ujarnya saat media visit ke Kompas Group.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.