Waspadai Serangan Rayap Pada Struktur Bangunan, Teknologi RTDS Diklaim Bisa Mencegahnya
Umumnya, orang baru akan melakukan tindakan pengendalian rayap setelah properti mereka terserap oleh kawanan rayap.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keberadaan rayap seringkali kita anggap sepele apalagi saat melahap struktur bangunan yang memabawa kerusukan parah yang merugikan secara finansial.
Namun, ketika binatang menyerupai semut putih dengan jumlah 2.800 spesies di seluruh dunia ini sudah melahap struktur bangunan rumah, furniture dan aset berharga, barulah kita tersadar bahwa rayap sangat menyebalkan karena membawa kerusakan dahsyat, dan tentu merugikan secara finansial.
Asosiasi Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia (ASPPHAMI) menaksir kerugian yang diakibatkan oleh hama rayap di Indonesia dapat mencapai Rp 2,8 triliun setiap tahunnya.
Kerugian itu salah satunya didukung oleh tingginya populasi rayap yang berada di Indonesia.
Rayap adalah sejenis serangga satu turunan sari Ordo Blattodea (kecoa). Rayap tidak pernah tidur, menggerogoti material kayu, keetas, selulosa dan barang-barang tertutup seperti box dan toples selama 24 jam penuh.
Baca juga: Ini 5 Tanda-Tanda Rayap Sudah Berada di Dalam Rumah, Apa Saja?
Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Dodi Nandika menyebut, perlu inovasi terbaru pengendalian rayap dapat dilakukan dengan metode reticulation system (sistem retikulasi), yaitu meletakkan rangkaian pipa bawah tanah di sekitar bangunan.
Baca juga: Begini Cara Basmi Rayap yang Kerap Merusak Kayu di Rumah, Apa Saja?
“Upaya pencegahan akan jauh lebih baik dibandingkan jika sudah terkena serangan rayap pada saat bangunan sudah didirikan.
Dengan retikulasi, kita dapat melakukan perlindungan berkelanjutan terhadap serangan rayap karena memungkinkan berulang kali mengisi termitisida pada pipa yang sudah dibuat,” terangnya di Webinar Series bertajuk “Dampak Serangan Rayap Pada Bangunan Anda dan Solusi Untuk Mengatasinya”, yang digelar Rentokil Indonesia belum lama ini.
Baca juga: Uang Tabungan Habis Dimakan Rayap, Yadi Gagal Beli Hewan Kurban
Kendati ukuran serangga ini hanya 0,6 cm, lanjut Prof Dodi, namun ia hidup dengan berkoloni.
Iklim tropis yang hangat sepanjang tahun disertai kelembaban udara yang tinggi sekitar 70-90% dan tanah yang kaya akan bahan organik membuat setiap lahan di negeri ini menjadi tempat tinggal yang sempurna bagi keberadaan koloni rayap.
Umumnya, orang baru akan melakukan tindakan pengendalian rayap setelah properti mereka terserap oleh kawanan rayap.
“Padahal, penangangan hama rayap dapat dilakukan sedini mungkin, bahkan sebelum bangunan properti itu dibangun,” ujarnya.
Ini pula yang mendorong Rentokil Indonesia memperkenalkan metode Rentokil Termite Drips System (RTDS) dan Rentokil Termite Piping System (RTPS) yang berfungsi yaitu kegiatan pengendalian rayap sebelum struktur bangunan didirikan dengan mengandalkan pipa yang tertanam dalam struktur tanah.
Metode RTDS bekerja melalui sistem pipa dengan emitter yang menghasilkan tetesan, distribusi bahan kimia yang dialirkan menjadi merata dan presisi karena sistem tersebut sudah menggunakan turbonet.
"Sementara metode RTPS menggunakan sistem pipa yang memanfaatkan tiga jenis nosel di setiap pipa untuk menyalurkan bahan kimia secara merata ke seluruh area," kata National & Sales Operation Manager Rentokil Indonesia, Sulkifly Barata.
Pipa di kedua metode tersebut terjamin kekuatannya dan bisa mencapai umur pemakaian lebih dari 20 tahun.
Fitur mulsa plastik pada pipa yang diplot sebagai penahan cor-coran dapat mencegah emmiter atau nosel tertutup cor-coran sehingga pipa betul-betul berfungsi baik, awet dan aman.