KKP Gandeng ISPIKANI Matangkan Konsep Perikanan Terukur
Pertemuan ISPIKANI dengan Dirjen Perikanan Tangkap KKP merupakan tidak lanjut dari rekomendasi Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Ispikani di Bogor
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI) diundang Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membahas kebijakan pemerintah dalam pengelolaan penangkapan perikanan terukur.
Pertemuan tersebut merupakan tidak lanjut dari rekomendasi Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Ispikani yang digelar di Hotel Salak, Bogor pada 26-27 November 2021.
Forum tersebut menghasilkan 10 rumusan strategis. Salah satunya soal perikanan terukur.
Dalam pertemuan tersebut, Dirjen Perikanan Tangkap KKP Ahmad Zaini mengatakan, dirinya sepakat dengan kehati-hatian dalam pelaksanaan konsep perikanan terukur.
"Ini harus dilakukan dengan hati-hati, memberdayakan nelayan plus mendatangkan investasi. Karena semuanya harus terukur termasuk dalam pemanfaatan sumberdaya dan pendataan alat tangkap apa yang digunakan," ujar Zaini dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/12/2021).
Baca juga: KKP Siapkan Program Terobosan Perikanan Budidaya, Ekonomi Biru Jadi Titik Tolak
Menurutnya, ada dua hal penting dalam perikanan terukur, yakni Pengendalian berdasarkan input. Konsepnya adalah pengendalian dilakukan dengan perizinan, tanpa memberfikan kuota per kapal.
Baca juga: Kementerian Kelautan dan Perikanan Siapkan Neraca Sumber Daya Laut, Dukung Investasi Berkelanjutan
Hal ini berdampak terjadinya race to fish dimana pelaku usaha berlomba menangkap ikan sebanyak-banyaknya.
"Dalam metode ini juga terkait dengan Pungutan Negara Bukan Pajak (PNBP), dimana PNBP pra produksi (berdasarkan jenis kapal, ukuran kapal) dengan tidak menghitung jumlah tangkapan yang didaratkan sehingga tidak ada fairness, bisa membayar PNBP lebih (rugi), membayar PNBP kurang (untung)," jelasnya.
Kedua, lanjutnya, pengendalian berdasarkan output. Konsepnya adalah pengendalian dilakukan dengan perizinan, dengan mempertimbangkan kuota.
Hasil tangkapan pelaku usaha berdasarkan kuota (catch limit). PNBP pasca produksi berdasarkan jumlah tangkapan yang didaratkan.
"Jadi pemasukan negara dapat diproyeksikan berdasarkan nilai alokasi sumber daya ikan," ujarnya.
Zaini Juga menegaskan, kebijakan penangkapan terukur di Indonesia dibangun dengan pertimbangan ekologi dan ekonomi.
Karena itu rencana implementasi pengaturan berdasarkan kuota tersebut diperuntukan untuk kepentingan tiga pelaku usaha perikanan, yaitu pertama kuota untuk komersial, kedua kuota untuk nelayan tradisional dan terakhir kuota non komersial untuk peneliti, sport fishing.
Baca juga: Mengenal Kehidupan Nelayan Pemburu Paus di Desa Lamalera, Nusa Tenggara Timur
"Sedangkan Penerapan kuota di zona penangkapan perikanan terukur, digolongkan dalam 3 zona, yaitu Zona berdasakan aturan Kuota, Zona dengan aturan Non Kuota dan Zona Terbatas," ujarnya.