Terlilit Utang Rp 35 Triliun, Ini Proyek Bandara Angkasa Pura I yang Diduga Sebagai Penyebabnya
Kondisi finansial PT Angkasa Pura I (Persero) diketahui sedang mengalami kerugian, dengan memiliki utang mencapai Rp 35 triliun
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kondisi keuangan PT Angkasa Pura I (Persero) sedang berada dalam posisi yang tidak baik.
Ini terefleksikan dari posisi utang perseroan yang mencapai kisaran Rp 35 triliun.
Manajemen PT Angkasa Pura I (Persero) menyiapkan program restrukturisasi operasional dan finansial di tengah sulitnya keuangan dan utang perseroan karena pandemi Covid-19.
Restrukturisasi ini ditargetkan rampung pada Januari 2022.
Direktur Utama PT Angkasa Pura I Faik Fahmi mengatakan, restrukturisasi operasional dan finansial diprediksi akan menambah dana perseroan sekitar Rp 3,8 triliun, efisiensi biaya sebesar Rp 704 miliar dan perolehan fund raising sebesar Rp 3,5 triliun.
"Di tengah situasi sulit ini, manajemen telah menyiapkan sejumlah inisiatif strategis untuk meminimalisir dampak pandemi terhadap kinerja Angkasa Pura I, yaitu dengan melakukan restrukturisasi operasional dan finansial," ujar Faik Fahmi dalam siaran pers, Minggu (5/12/2021).
Faik menuturkan, restrukturisasi dilakukan dengan beragam upaya, seperti asset recycling, intensifikasi penagihan piutang, pengajuan restitusi pajak, efisiensi operasional seperti layanan bandara berbasis trafik, dan simplifikasi organisasi.
Baca juga: Kinerja Bandara Baru Tak Optimal, Angkasa Pura I Disebut Punya Utang hingga Puluhan Triliun
Termasuk penundaan program investasi serta mendorong anak usaha mencari sumber pendapatan baru dengan transformasi bisnis.
"Kami optimis dengan program restrukturisasi dapat memperkuat profil keuangan perusahaan ke depan. Terutama kemampuan kami untuk memastikan penambahan pendapatan cash in, efisiensi biaya, dan upaya fund raising," jelas dia.
Optimisme juga ditopang oleh adanya kenaikan trafik penumpang hingga 129.000 penumpang pada 28 November. Sebelumnya, rata-rata trafik hanya sekitar 55.000 - 60.000 per hari.
Adapun untuk mendorong peningkatan pendapatan lainnya, Angkasa Pura I akan menjalin kerja sama mitra strategis untuk Bandara Hang Nadim Batam, Bandara Dhoho Kediri, Bandara Lombok Praya.
Begitupun memanfaatkan lahan tidak produktif seperti lahan Kelan Bay Bali, serta mengembangkan airport city Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) dan eks Bandara Selaparang Lombok.
"Manajemen tengah berupaya keras untuk menangani situasi sulit ini dan berkomitmen untuk dapat survive dan menunaikan kewajiban perusahaan kepada kreditur, mitra, dan vendor secara pasti dan bertahap," beber Faik.
Asal tahu saja, pandemi berdampak signifikan terhadap operasional bandara. Pandemi turut menurunkan trafik penumpang penerbangan udara dari 81,5 juta penumpang pada tahun 2019 menjadi 32,7 juta penumpang pada 2020.
Di tahun 2021, perseroan memprediksi trafik hanya mencapai 25 juta penumpang.
Baca juga: Penurunan Penumpang Sejak 2019, Jadi Pemicu Angkasa Pura I Rugi Hingga Rp 200 Miliar per Bulan
Akhirnya, pendapatan perusahaan anjlok hanya Rp 3,9 triliun di tahun 2020 dari Rp 8,6 triliun di tahun 2019. Di sisi lain, Angkasa Pura I berhadapan dengan kewajiban membayar pinjaman sebelumnya yang digunakan untuk investasi pengembangan bandara.
Di saat yang sama, Angkasa Pura I tengah melakukan beberapa pengembangan bandara yang sudah berkategori lack of capacity, seperti Bandara YIA Yogyakarta dengan dana Rp 12 triliun, terminal baru Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin dengan dana Rp 2,3 triliun, dan Terminal Baru Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang sebesar Rp 2,03 triliun.
Lalu, Bandara Sultan Hasanuddin Makassar sebesar Rp 2,6 triliun, serta beberapa pengembangan bandara lainnya seperti Bandara Sam Ratulangi Manado, Bandara Lombok Praya, Terminal 1 Bandara Juanda Surabaya, Bandara Pattimura Ambon, dan Bandara El Tari Kupang.
"Sektor aviasi dan pariwisata merupakan sektor yang sangat terdampak pandemi Covid-19 di mana pandemi ini masih belum dapat diprediksi kapan akan berakhir. Situasi pandemi yang berkepanjangan membawa tekanan kepada kinerja operasional dan keuangan Angkasa Pura I," pungkas Faik.
Proyek Diduga Pemicu Utang
Kondisi keuangan PT Angkasa Pura I (Persero) sedang berada dalam posisi yang tidak baik. Ini terefleksikan dari posisi utang perseroan yang mencapai kisaran Rp 35 triliun.
Masifnya pembangunan dan pengembangan bandara baru menjadi salah satu utama penyebab kondisi keuangan BUMN pengelola bandara itu memburuk.
Pasalnya, langkah-langkah ekspansi bisnis tidak diikuti dengan peningkatan jumlah penumpang.
Baca juga: Bandara Kualanamu Diisukan Dijual ke India, Ini Tanggapan dari Angkasa Pura II
Akibatnya, di tengah langkah ekspansi yang cukup masif, pendapatan AP I justru tergerus sejak tahun lalu. Tercatat pada 2019, AP I masih mampu membukukan pendapatan sebesar Rp 8,6 triliun, namun pada tahun berikutnya perseroan hanya mampu meraup pendapatan sebesar Rp 3,9 triliun.
Manajemen perusahaan pelat merah itu memproyeksikan, pada tahun ini pendapatan perseroan juga masih akan terkoreksi. Ini selaras dengan masih kerap dilakukannya aturan pembatasan pergerakan masyarakat, guna menekan penyebaran Covi-19.
"Situasi pandemi yang berkepanjangan membawa tekanan kepada kinerja operasional dan keuangan Angkasa Pura I," ujar Direktur Utama AP I Faik Fahmi, dikutip Senin (6/12/2021).
Sementara itu, dari sisi pengeluaran atau investasi, AP I telah menggelontorkan kurang lebih sekitar Rp 19,2 triliun untuk pembangunan dan pengembangan bandara nasional.
Bandara Internasional Yogyakarta di Kulon Progo (YIA) menjadi proyek yang paling banyak menghabiskan anggaran AP I. Tercatat proyek pembangunan bandara internasional itu menghabiskan anggaran sekitar Rp 12 triliun.
Kemudian, AP I juga melakukan pembangunan sejumlah terminal baru, yang turut menyedot banyak biaya, mulai dari Terminal Baru Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin yang menghabiskan biaya sebesar Rp 2,3 triliun dan Terminal Baru Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang sebesar Rp 2,03 triliun.
Selain itu, AP I melakukan pengembangan Bandara Sultan Hasanuddin Makassar dengan biaya sebesar Rp 2,6 triliun, dan beberapa pengembangan bandara lainnya seperti Bandara Sam Ratulangi Manado, Bandara Lombok Praya, Terminal 1 Bandara Juanda Surabaya, Bandara Pattimura Ambon, hingga Bandara El Tari Kupang.
Baca juga: Penyebab Perseteruan Sri Mulyani dan Pimpinan MPR, Dipicu Pemangkasan Anggaran dan Absen Rapat
Seluruh proyek tersebut dibiayai melalui skema penggunaan dana internal dan berbagai sumber lain seperti kredit sindikasi perbankan serta obligasi.
"Pandemi Covid-19 melanda pada saat Angkasa Pura I tengah dan telah melakukan pengembangan berbagai bandaranya yang berada dalam kondisi lack of capacity," kata Faik.
Dalam rangka merespons kinerja keuangan yang tengah berada dalam tekanan besar, AP I telah menyiapkan berbagai strategi, mulai dari restrukturisasi utang, asset recycling, intensifikasi penagihan piutang, pengajuan restitusi pajak, efisiensi operasional seperti layanan bandara berbasis trafik, simplifikasi organisasi, penundaan program investasi, hingga mendorong anak usaha untuk mencari sumber-sumber pendapatan baru.
"Kami optimis dengan program restrukturisasi ini dapat memperkuat profil keuangan perusahaan ke depan," ujar Faik.
Selain itu, untuk mendorong peningkatan pendapatan lainnya, transformasi bisnis usaha yang dilakukan Angkasa Pura I adalah menjalin kerja sama mitra strategis untuk Bandara Hang Nadim Batam, Bandara Dhoho Kediri, Bandara Lombok Praya, pemanfaatan lahan tidak produktif seperti lahan Kelan Bay Bali, dan mengembangkan airport city Bandara YIA serta eks Bandara Selaparang Lombok.
"Manajemen tengah berupaya keras untuk menangani situasi sulit ini dan berkomitmen untuk dapat survive dan menunaikan kewajiban perusahaan kepada kreditur, mitra, dan vendor secara pasti dan bertahap," ucap Faik.
Baca juga: Penurunan Penumpang Sejak 2019, Jadi Pemicu Angkasa Pura I Rugi Hingga Rp 200 Miliar per Bulan
Rugi Hingga Rp 200 Miliar per Bulan
Kondisi finansial PT Angkasa Pura I (Persero) diketahui sedang mengalami kerugian, dengan memiliki utang mencapai Rp 35 triliun atau rugi Rp 200 miliar per bulan.
Hal ini dikatakan oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo dalam rapat bersama Komisi VI DPR beberapa hari lalu.
Menanggapi hal tersebut, PT Angkasa Pura I mengungkapkan saat ini sedang mengalami penurunan kinerja operasional dan finansial akibat pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.
Direktur Utama PT Angkasa Pura I Faik Fahmi mengungkapkan, saat ini manajemen sedang melakukan program restrukturisasi operasional dan finansial perusahaan yang akan rampung pada 2022.
Faik juga menjelaskan, bahwa pandemi Covid-19 yang mulai terjadi di Indonesia sejak Maret 2020 berdampak terhadap penurunan drastis trafik penumpang di 15 bandara Angkasa Pura I.
Baca juga: Penurunan Penumpang Sejak 2019, Jadi Pemicu Angkasa Pura I Rugi Hingga Rp 200 Miliar per Bulan
"Menurut data internal pada 2019, trafik penumpang di bandara Angkasa Pura I mencapai 81,5 juta penumpang," kata Faik, Minggu (5/12/2021).
Kemudian pada awal 2020, trafik penumpang turun menjadi 32,7 juta penumpang dan pada 2021 ini diprediksi hanya mencapai 25 juta penumpang.
Ia juga menjelaskan,2019 yang mencapai Rp 8,6 triliun anjlok di 2020 dimana perusahaan hanya meraih pendapatan Rp 3,9 triliun dan diprediksi pada 2021 ini pendapatan juga akan mengalami sedikit penurunan akibat anjloknya jumlah penumpang yang hanya mencapai 25 juta orang.
Dengan situasi trafik yang menurun dan adanya tekanan keuangan, kata Faik, Angkasa Pura I harus dihadapkan dengan kewajiban membayar pinjaman sebelumnya yang digunakan untuk investasi pengembangan bandara.
"Seperti diketahui, sektor aviasi dan pariwisata merupakan sektor yang sangat terdampak pandemi Covid-19 di mana pandemi ini masih belum dapat diprediksi kapan akan berakhir," ucap Faik. (Kompas.com/Tribunnews.com)