Punya Pengaruh di Publik, Pakar Hukum: Perlu Ada Penyesuaian UU Pemilu Atur Netralitas Presiden
Menurut Gugum, posisi dari Prabowo saat menyampaikan itu perlu ditegaskan terlebih dahulu
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Gugum Ridho Putra menyatakan, sejatinya perlu ada penyesuaian aturan dalam Undang-Undang (UU) Pemilu terhadap netralitas pejabat publik termasuk Presiden di Pemilu atau Pilkada.
Pernyataan Gugum ini merespons terkait dengan pernah ramainya sikap Presiden RI sekaligus Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto yang seraya mengendorse pasangan cagub-cawagub Jawa Tengah Ahmad Luthfi-Taj Yasin.
Menurut Gugum, posisi dari Prabowo saat menyampaikan itu perlu ditegaskan terlebih dahulu. Jika sebagai Presiden RI maka yang bersangkutan kata dia, harus dalam posisi cuti dari jabatan.
"Ya sebenarnya kalau dari segi hukumnya ya, kalau pejabat publik ikut kampanye gitu, sampai hari ini memang nggak ada larangannya. Jadi boleh. Tapi ada syarat, syaratnya dua. Satu, dia harus cuti. Yang kedua, dia nggak boleh menggunakan fasilitas negara dalam kampanye itu," kata Gugum saat ditemui di acara diskusi 'Pilkada di Depan Mata' di Kawasan Tebet, Jakarta, Minggu (25/11/2024) petang.
Kendati demikian, sejauh ini diakui Gugum memang belum ada aturan yang pakem terkait dengan hal tersebut.
Pasalnya, meskipun seorang Presiden berstatus cuti saat mengendorse kontestan Pilkada, namun sosok tersebut memiliki peran dan pengaruh politik yang besar di publik.
Baca juga: PDIP Dukung Sikap Netral Presiden Prabowo di Pilkada, Minta Ingatkan Yang Cawe-cawe Termasuk Jokowi
Kondisi itu yang digadang akan mempengaruhi konstelasi dan sikap publik terhadap kontestan Pemilu.
"Gimana pun akan ada pengaruhnya juga kan dari sisi konstelasi politik ya. Karena di satu sisi Undang-Undang untuk mengharuskan netral, tapi di sisi lain mereka juga harus dijaga juga hak politiknya," kata dia.
Atas hal itu, Gugum memberikan usul agar ada penyesuaian lebih lanjut terhadap beleid yang mengatur soal sikap netralitas presiden dan pejabat negara di UU Pemilu dan Pilkada.
"Jadi sebenarnya isu yang dari dulu selalu dipertanyakan, presiden, menteri, gubernur, bupati, wali kota bisa nggak diikut kampanye. Di Undang-Undang Pemilu, di Undang-Undang Pilkada memang belum dilarang," kata dia.
"Tapi untuk kebaikan di masa yang akan datang, memang harus ada apa namanya penyesuaian lah soal itu ya," sambung Gugum.
Lebih jauh, dia bahkan menyarankan agar langsung dibuat aturan pelarangan terhadap pejabat negara berkampanye di Pilkada agar aturannya tidak sumir.
Kata dia, dengan adanya aturan yang tegas, maka diyakini akan tercipta kepastian hukum dan pilkada yang netral di kemudian hari.