Analis Sebut Arisan Terbesar Bank Sentral Digelar Pekan Ini, Libatkan AS hingga Indonesia
Pekan ini akan menjadi satu titik menentukan bagaimana tahun 2021 akan berakhir dan bagaimana 2022 akan bermulai.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, pekan ini akan menjadi terasa panjang bagi para pelaku pasar.
Sebab, pekan ini akan menjadi satu titik menentukan bagaimana tahun 2021 akan berakhir dan bagaimana 2022 akan bermulai.
"Mengapa demikian? Pekan ini akan menjadi arisan terbesar pertemuan Bank Sentral, siapa saja sih yang akan arisan pekan ini? Bank Sentral Amerika, Bank Sentral Eropa, Bank Sentral Jepang, dan tentu saja Bank Sentral Inggris. Eits, sepertinya ada yang kelewatan, ternyata Indonesia tidak mau kalah pemirsa, tentu saja ada Bank Sentral Indonesia," ujar dia melalui risetnya, Senin (13/12/2021).
Dia menjelaskan, tidak hanya itu saja, inflasi juga akan mencuri perhatian di Swiss, Norwegia, Meksiko, hingga Rusia.
Baca juga: Rupiah Hari Ini Diprediksi Melemah karena Data Inflasi AS
Tapi, wild card yang sesungguhnya akan terletak pada sejauh mana Omicron akan mengambil alih.
Tentu saja ceritanya akan sama, inflasi ditambah bumbu omicron menjadi ketidakpastian yang menghambat pemulihan ekonomi global.
Baca juga: Pemerintah Tarik Lagi Pinjaman Luar Negeri Rp 13,1 Triliun di November 2021
"Saat ini bias kebijakan akan terlihat semakin lebih besar pemirsa. Karena inflasi yang terus mengalami kenaikkan terlihat lebih konsisten karena adanya hambatan pasokan global, dan ketika pemulihan ekonomi belum usai, omicron muncul sebagai variable baru," kata Nico.
Baca juga: Sri Mulyani Sebut Defisit APBN Hingga September Masih Terjaga di Rp 452 Triliun
Mari kita bahas satu persatu, dari The Fed dulu, Bank Sentral paling berkuasa seantero jagat.
Gubernur The Fed Jerome Powell diperkirakan akan memberikan pernyataan mengenai percepatan taper tantrum daripada yang direncanakan pada bulan November lalu.
Mengingat inflasi di Amerika tertinggi dalam kurun waktu 40 tahun terakhir, bukan tidak mungkin The Fed juga akan menyampaikan kenaikkan tingkat suku bunga lebih cepat dari sebelumnya 2023 mungkin menjadi 2022 mendatang, atau tahun depan lebih tepatnya.
Sejauh ini, The Fed paling terlihat lebih memiliki keyakinan untuk menaikkan tingkat suku bunganya, di mana sikap The Fed akan menjadi acuan bagi Bank Sentral lainnya.
"Setelah dari Amerika, kita jalan jalan ke Eropa, di mana ada Bank Sentral Eropa yang di ketuai oleh Christine Lagarde. Sebelumnya Lagarde masih menyampaikan, entah yakin atau pasrah, bahwa inflasi di Eropa masih dalam tahap sementara," tutur dia.
Menurut Nico, kenaikkan yang terjadi tidak akan bertahan lama, semisal biaya energi atau kenaikkan disebabkan oleh pasokan dan pengiriman logistik terhambat.