Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Harga Rokok dan Rokok Elektrik Naik Januari 2022, Berikut Pernyataan YLKI dan Petani Tembakau

YLKI menilai sistem yang ada saat ini banyak terjadi anomali yang merugikan negara dan konsumen.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Harga Rokok dan Rokok Elektrik Naik Januari 2022, Berikut Pernyataan YLKI dan Petani Tembakau
Wartakota/Angga Bhagya Nugraha
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Bukan hanya hasil tembakau dan turunannya yang bakal dikenakan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT), namun pajak untuk rokok elektrik pun akan didongkrak.

Tarif baru untuk cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) rokok elektrik serta Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) ini berlaku mulai Januari 2022.

Dengan demikian dipastikan harga rokok elektrik pun akan naik bersamaan dengan naiknya harga rokok pada 2022 mendatang.

Baca juga: Cukai Hasil Tembakau 2022 Rata-rata Naik 12 Persen, CHT Berpotensi Tingkatkan Rasio Pajak

Pemerintah mengungkapkan, jenis rokok elektrik yang dikenakan kenaikan cukai adalah rokok elektrik padat, rokok elektrik cair sistem terbuka, dan rokok elektrik cair sistem tertutup.

"(Ketentuan juga terdapat) dalam UU HPP untuk hasil tembakau terutama rokok elektrik dan hasil pengolahan tembakau lainnya, maka sekarang dia akan diatur dalam bentuk tarif maupun HJE," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (13/12/2021).

Sri Muyani mengatakan kenaikan tarif minimum terhadap rokok elektrik terjadi karena adanya kenaikan penerimaan HTPL. Sampai 31 Desember 2021, cukai HTPL mencapai Rp 680,36 miliar, sebagian besar disumbang oleh HTPL produk ekstrak dan esens tembakau (EET) cair.

Baca juga: Cukai Rokok Naik di Tahun 2022, Harganya Tembus Rp 40.100, Berikut Daftar Lengkapnya

Hingga 30 September 2021, penerimaan ini pun sudah mencapai Rp 471,18 miliar. EET batang juga mengikuti tren kenaikan yang sudah mencapai Rp 134,29 miliar.

Berita Rekomendasi

"Penerimaan HPTL tumbuhnya 6 kali lipat yaitu 558 persen (tahun 2020), ini terbesar dalam bentuk electric sigaret yang jenis cair. Tren ini diikuti oleh EET batang sampai September lalu," beber Sri Mulyani.

Ia memproyeksikan penerimaan negara akan naik 7,5 persen dari estimasi tahun 2021 atau Rp 648,84 miliar setelah adanya kenaikan cukai tersebut.

Pernyataan YLKI

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sesuai mandat regulasi.

Baca juga: Naikkan Tarif CHT, Sri Mulyani Singgung Rokok Dijadikan Kebutuhan Pokok hingga Potensi Stunting

Pemerintah memutuskan untuk menaikan rata-rata 12 persen CHT mulai 1 Januari 2022.

"Yang dilakukan pemerintah ini hanya mandat regulasi karena masih banyak ruang untuk menaikkan cukai rokok. Kalau tidak dinaikan malah salah," kata Tulus dalam konferensi pers Merespons Kenaikan Cukai Hasil Tembakau 2022, Selasa (14/12/2021).

Menurut Tulus, pemerintah bahkan boleh saja menaikkan tarif CHT hingga 52 persen.

Ia menegaskan kenaikan cukai rokok adalah suatu keniscayaan yang harus dieksekusi oleh Kementerian Keuangan.

"Memang secara formulasi cukai masih belum happy karena layernya terlalu complicated. Sekarang masih ada delapan layer sehingga yang kita inginkan paling tidak disimplifikasi menjadi empat layer," tutur Tulus.

Tulus menambahkan dengan komposisi empat layer maka akan efektif bagi perlindungan konsumen.

"Layer yang ada saat ini menyebabkan beberapa hal. Pertama tidak efektif bagi perlindungan konsumen, kedua keuntungan industri rokok terlalu besar, dan ketiga pendapatan pemerintah terlalu kecil," urainya.

YLKI menilai sistem yang ada saat ini banyak terjadi anomali yang merugikan negara dan konsumen.

Baca juga: YLKI Minta Pemerintah Larang Penjualan Rokok Secara Ketengan

Dalam pandangannya pemerintah menaikkan tarif cukai rokok untuk kepentingan economic of interest.

"Saya melihat pendapatan pajak yang masih minim membuat pemerintah menggali pendapatan dari cukai rokok," ucap Tulus.

YLKI juga berharap pemerintah tidak hanya fokus terhadap pendapatan cukai negara tetapi perlu mendorong instrumen pengendalian konsumsi tembakau.

Tulus mendesak pemerintah melarang penjualan rokok secara ketengan sehingga apa yang diharapkan bisa berjalan efektif.

"Walaupun ada kenaikan cukai di sisi ritel masih sangat murah. Mana ada barang cukai tapi dijual ketengan dan mungkin hanya ada satu di dunia yaitu di Indonesia," imbuhnya.

Pukul Petani Tembakau

Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menilai kenaikan cukai rokok rata-rata 12 persen pada tahun depan cukup tinggi di tengah usaha Industri Hasil Tembakau (IHT) tertekan pandemi Covid-19.

Ketua Media Center Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wibisono mengatakan, kebijakan ini kembali memukul kinerja IHT dan tidak memberi kesempatan bagi sektor padat karya ini untuk pulih dan bertumbuh pascapandemi Covid-19.

“Kami menghormati proses bagaimana pemerintah memformulasikan kenaikan CHT ini. Namun, hasil akhir kebijakan seperti yang disampaikan oleh Menkeu, sangat disayangkan.

Kenaikan cukai 2022 masih cukup tinggi, jauh di atas angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi," kata Hananto, Selasa (14/12/2021).

Ia menyebut, IHT adalah industri penyumbang 10 persen penerimaan pajak negara dan menyerap 6 juta tenaga kerja.

"Industri ini juga salah satu yang paling resilien dalam mempertahankan tenaga kerjanya di masa pandemi, yang mana banyak sekali sektor lain yang melakukan PHK," ucapnya.

Hananto menyampaikan, AMTI menghargai pertimbangan pemerintah terhadap perlindungan tenaga kerja melalui kenaikan cukai SKT yang jauh lebih rendah dari rokok mesin.

Hal ini memberikan harapan bagi industri atas keberpihakan pemerintah terhadap segmen padat karya.

"Perlu diingat juga, pekerja SKT didominasi para perempuan yang mayoritas tulang punggung keluarga.

Harus ada perlindungan ekstra untuk kebijakan tarif cukai SKT, karena mereka yang menggantungkan hidupnya pada segmen ini bisa mempertahankan kelangsungan hidup," paparnya. (Tribunnews.com/Kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas