Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga Pada 3,5 Persen Hingga Ada Kenaikan Inflasi
Suku bunga acuan BI-7 days reserve repo rate (BI-7DRR) dari tingkat 3,5 persen diperkirakan bakal bertahan hingga kwartal iii
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Suku bunga acuan BI-7 days reserve repo rate (BI-7DRR) dari tingkat 3,5 persen diperkirakan bakal bertahan hingga kwartal iii 2022 mendatang.
Hal ini diungkapkan oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam webinar outlook perekonomian Jakarta 2022, Jumat (24/12/2021).
Perry menyatakan, BI menunggu tanda-tanda kenaikan inflasi untuk menaikkan tingkat BI-7DRR.
Baca juga: Sinergi BRI dan Pegadaian, Luncurkan Kartu Kredit Berbasis Tabungan Emas Pertama di Indonesia
Sebelum tanda-tanda kenaikan inflasi muncul, pihaknya tetap mempertahankan suku bunga sebesar 3,5 persen.
Adapun tingkat inflasi per tanggal 22 Desember 2021 sebesar 1,3 persen (year to date/ytd) dan pada akhir tahun 2021 dipatok 1,75 persen.
"Pada kesempatan ini suku bunga 3,5 persen. Kami akan terus mempertahankan di tahun depan, sampai dengan ada tanda-tanda untuk kenaikan inflasi," kata Perry Warjiyo dalam webinar outlook perekonomian Jakarta 2022, Jumat (24/12/2021).
Baca juga: Sinergi BRI dan Pegadaian, Luncurkan Kartu Kredit Berbasis Tabungan Emas Pertama di Indonesia
Perry memprediksi, tanda-tanda kenaikan inflasi kemungkinan baru akan terjadi di kuartal III 2022.
Kendati demikian, pihaknya bakal terus memantau perkembangan inflasi dari minggu ke minggu, hingga bulan ke bulan.
"Mungkin baru ada tanda-tanda kenaikan inflasi yang fundamental tentu saja bukan yang short-term inflation, triwulan III tahun ini. Jadi suku bunga tahun depan kami akan coba rendah 3,5 persen sampai ada tanda-tanda kenaikan inflasi," beber dia.
Seiring rendahnya suku bunga, gubernur bank sentral ini juga tetap melonggarkan likuiditas sektor keuangan.
Baca juga: Gubernur BI Perry Warjiyo Kembali Terpilih Menjadi Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
Jika terjadi pengurangan likuiditas pada tahun depan, dia menjanjikan akan mengurangi sedikit demi sedikit agar tidak mengganggu pertumbuhan di sektor keuangan.
Adapun longgarnya likuiditas ini terlihat dari rasio Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) dengan persentase sebesar 34 persen. Pada tahun-tahun sebelumnya, pelonggaran rasio AL/DPK maksimum hanya sekitar 23 persen.
"Tak' kurangi dikit-dikit lah, tanpa mempengaruhi sektor keuangan dan perbankan menyalurkan kredit. Kami pastikan itu tanpa mempengaruhi seluruh perbankan untuk membeli SBN yang dijual oleh Kementerian Keuangan," sebutnya.
Tak hanya likuiditas, bank sentral bakal tetap melonggarkan makroprudensial.
Pelonggaran makroprudensial sejalan dengan pembukaan sektor ekonomi, pemulihan korporasi, dan pemberian insentif pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
"Pembukaan sektor prioritas itu menjadi fokus untuk pelonggaran makroprudensial. Kalau ada yang bisa saya longgarkan, tak longgarkan lagi. Karena sebagian besar sudah kami longgarkan," pungkas Perry. (Fika Nurul Ulya)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "BI Baru Akan Naikkan Suku Bunga pada Kuartal III Tahun Depan?",