Masih Khawatir Terhadap Omicron Indeks Saham Asia Bervariasi, Nikkei Jatuh 0,42 Persen
Di awal pekan terakhir 2021 indeks saham utama di Asia pada Senin (27/12) sore ini ditutup bervariasi (mixed).
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Di awal pekan terakhir 2021 indeks saham utama di Asia pada Senin (27/12/2021) sore ini ditutup bervariasi (mixed).
Varian Omicron yang telah meluas di seluruh dunia menyebabkan sejumlah pasar saham jatuh.
Namun ada beberapa yang tetap tak terpengaruh terhadap varian baru Covid-19 tersebut.
Pelemahan tertinggi ditunjukkan oleh indeks Nikkei 225 yang melemah 0,42%, disusul Strait Times Index dengan pelemahan 0,13%, dan Shanghai Composite yang melemah 0,06%.
Baca juga: IHSG Naik Tipis 12,54 Poin ke 6.575,44 di Awal Pekan, Investor Buru Saham Hingga Rp 364,89 Miliar
Dari dalam negeri, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,19% ke level 6.575,44 pada perdagangan Senin (27/12).
Tim riset Phillip Sekuritas Indonesia mengatakan, bervariasinya bursa saham Asia terjadi di tengah sepinya volume transaksi dan tekanan atas sentimen investor dari ketidakpastian dampak ekonomi varian Covid-19 omicron.
Banyak negara mengintensifkan upaya vaksinasi. Hal ini karena penyebaran varioan Omicron telah memicu pemberlakuan kembali kebijakan lockdown di sejumlah negara Eropa.
Baca juga: Aturan Baru BEI soal Pencatatan Saham Incar Emiten New Economy
Sementara rumah sakit masih sibuk mengatasi kasus penularan varian Delta.
Maskapai penerbangan di Amerika Serikat (AS) membatalkan ribuan penerbangan dalam tiga hari terakhir karena kelangkaan tenaga kerja akibat meluasnya penularan varain Omicron.
Di Eropa, Prancis untuk pertama kali mencatatkan rekor kasus penularan harian lebih dari 100.000.
Di Asia, pada akhir pekan lalu China telah melaporkan jumlah kasus penularan harian tertinggi dalam 21 bulan dengan jumlah kasus naik dua kali lipat di kota Xian.
Dari sisi makroekonomi, investor mencerna rilis data profitabilitas sektor perindustrian China untuk bulan November yang tumbuh dengan laju yang lebih lambat.
Baca juga: Analis Rekomendasi Beli Saham MTEL, Intip Target Harganya
Industrial profit tertekan oleh anjloknya harga sejumlah bahan mentah, sektor properti yang masih lesu, serta lemahnya permintaan konsumen.
Industrial profit tumbuh 9% secara year-on-year (yoy) menjadi 805,96 miliar yuan di bulan November.
Ini merupakan laju terendah sejak bulan Mei dan jauh lebih rendah dari kenaikan 24,6% yoy yang tercatat pada bulan Oktober.
Sepanjang 11 bulan 2021, industrial profit naik 38% yoy menjadi 7,98 triliun yuan. Angka ini turun tajam dari kenaikan 42,2% selama 10 bulan 2021.
Industri pertambangan mencatatkan lonjakan profitabilitas 189% selama 11 bulan 2021, sementara profitabilitas sektor manufaktur tumbuh 34,5%. Profitabilitas sektor otomotif turun 3,4% yoy, dan profitabilitas sektor makanan dan minuman terpangkas 1,7% yoy. (Akhmad Suryahadi )