Mendewakan Investor di Sektor Energi, Fraksi PKS Beri Rapor Merah ke Pemerintahan Jokowi
Pemerintahan Jokowi-Maruf Amin diminta tidak latah sekadar atau mendewakan investor dalam setiap kebijakannya di bidang energi.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kinerja pemerintahan Joko Widodo - KH Ma’ruf Amin di bidang energi sepanjang tahun 2021 dinilai belum menunjukkan tanda-tanda menggembirakan, bahkan rapornya cenderung merah.
Wakil Ketua Fraksi PKS di DPR Mulyanto mengatakan, pemerintah perlu mengevaluasi secara mendalam berbagai kebijakan energi dan tidak latah sekadar mengambil muka kepada dunia internasional atau mendewakan investor dalam setiap kebijakannya di bidang energi.
Seharusnya benar-benar berorientasi pada kesejahteraan rakyat dan keamanan nasional.
"Transisi energi bersih, baik listrik maupun BBM menuju net zero carbon emmision, terkesan hanya membebek dan didikte oleh konstelasi global baik dalam skema/standar COP-26 maupun Euro 4, tanpa betul-betul menghitung dengan cermat konsekuensinya bagi kesejahteraan rakyat," kritik Mulyanto kepada wartawan, Jumat (31/12/2021).
Baca juga: Di Tengah Transisi Energi, Batubara Diprediksi Masih Jadi Komoditas Primadona Tahun Depan
Akibatnya, yang muncul adalah kebijakan energi dengan harga mahal yang mengorbankan rakyat.
"Pemerintah secara serentak di akhir Desember 2021 dan di awal tahun 2022 telah dan akan menaikan harga gas LPG, tarif listrik dan menghapus Premium, yang menyisakan BBM mahal," lanjutnya.
Baca juga: Siap-siap, Harga Makanan-Minuman Bakal Naik Jika Biaya Energi Meningkat
Secara khusus, lanjut Mulyanto, kinerja sektor migas baik impor, lifting, maupun pembangunan kilang masih terkesan merah.
Impor migas, terutama BBM dan LPG, bukannya menurun, bahkan terus melonjak, yang membuat bengkak defisit transaksi berjalan.
Baca juga: Prestasi Jokowi 2021 bidang Energi: Sukses Ambil Freeport hingga Blok Rokan dari Pihak Asing
Mulyanto mengatakan, defisit transaksi berjalan sektor migas untuk tahun 2021 diperkirakan meningkat menjadi sebesar USD 11 milIar.
Padahal di tahun 2019 hanya sebesar USD 10 miliar dan bahkan pada tahun 2020 hanya sebesar USD 6 miliar.
"Lifting minyak kita memiliki target 1 juta bph (barel per hari) di tahun 2030. Namun anehnya, target lifting tahunan bukannya naik, malah justru terus melorot," kata Mulyanto.
"Target lifting minyak tahun 2019, 2020, 2021 dan tahun 2022 masing-masing sebesar 775, 755, 705 dan 704 bph. Terus turun. Mana mungkin tercapai kalau trennya seperti ini," ujarnya.
Sementara, realisasinya setiap tahun selalu di bawah target.