Penambahan Modal Bank BTN Dibutuhkan untuk Dukung Pemenuhan Rumah Rakyat
Aksi rights issue dari sektor perbankan bakal marak tahun ini. Tidak hanya bank kecil saja untuk memenuhi ketentuan modal inti, namun bank besar
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi rights issue dari sektor perbankan bakal marak tahun ini. Tidak hanya bank kecil saja untuk memenuhi ketentuan modal inti, namun bank besar dan menengah juga akan menggelar penerbitan saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu untuk meningkatkan CAR dalam mendukung ekspansi ke depan.
Salah satu yang akan menggelar rights issue adalah PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN).
Rencana rights issue ini disampaikan perusahaan pelat merah ini telah diusulkan kepada Menteri BUMN untuk mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN).
Baca juga: BTN Terapkan Tarif Transfer Antarbank Rp 2.500 di Mobile Banking Pekan Depan
Rencana penambahan modal (rights issue) BTN dinilai vital dalam mendukung industri perumahan atau properti yang menjadi salah satu lokomotif ekonomi selama pandemi Covid-19.
Selain itu, penambahan modal BTN juga dibutuhkan dalam mendukung Program Pembangunan Satu Juta Rumah dari pemerintah.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) Haru Koesmahargyo mengungkapkan, prospek sektor perumahan masih cerah. Karena itu, pihaknya memasang target pertumbuhan kredit double digit sekitar 10% pada tahun depan.
Baca juga: BTN Minta Kuota FLPP Untuk 200.000 Rumah Pada 2022
Target tersebut, juga akan bergantung pada pengendalian pandemi Covid-19 yang diharapkan masih akan terjaga. Apabila nantinya pandemi sudah terkendali dengan baik, maka permintaan kredit pemilikan rumah (KPR) nonsubsidi juga akan meningkat.
“Ke depan saya yakin kalau nanti pandemi teratasi, permintaan KPR nonsubsidi akan meningkat, sampai September 2%, setidaknya bisa 5% tahun depan. BTN menargetkan kredit 2022 bisa double digit sekitar 10% didorong dari sektor perumahan yang mayoritas,” jelas Haru baru-baru ini.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), penyaluran kredit sektor properti meningkat 4,6% yoy menjadi Rp 1.104,6 triliun pada Oktober 2021. Kredit KPR dan kredit pemilikan apartemen (KPA) menyumbang porsi 50,92% dari total kredit properti, dengan pertumbuhan mencapai 9,6% yoy.
Pertumbuhan kredit properti tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kredit perbankan yang tercatat 3,24% pada periode yang sama. Hal ini menjadi tolak ukur sektor properti masih mampu bertahan, meskipun sektor ekonomi lain berguguran di tengah pandemi.
Ekonom Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, penjualan rumah melalui KPR masih bisa tumbuh positif di tengah pandemi. Selain itu, insentif pemerintah juga menyelamatkan kredit KPR yang sudah berjalan tidak macet.
"Makanya sektor properti masih bisa bertahan di tengah pandemi," ujarnya, Senin (17/1).
Sementara Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengungkapkan, pada dasarnya sektor properti tidaklah berdiri sendiri, namun memiliki efek domino atau multiplier effect terhadap lebih dari 170 industri turunan yang menaungi lebih 20 juta tenaga kerja. Bila sektor properti bangkit maka akan banyak industri yang ikut menggeliat di tengah pandemi.
"Sektor properti dan sektor otomotif menjadi indikator kebangkitan sektor riil secara keseluruhan," jelas Paul Sutaryono.