BI Diretas Hacker, Data Tabungan dan Valuta Asing Jadi Incaran?
Sebanyak 487,09 MB data milik Bank Indonesia (BI) jadi korban peretasan geng ransomware bernama Conti, pada Kamis (20/1/2022).
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sebanyak 487,09 MB data milik Bank Indonesia (BI) jadi korban peretasan geng ransomware bernama Conti, pada Kamis (20/1/2022).
Kabar tersebut diunggah pada akun Twitter @darktracer_int yang merupakan platform intelijen bernama Dark Tracer.
Dalam unggahannya,terlihat tampilan file yang dinamai corp.bi.go.id. Lengkap dengan keterangan total data yang bocor tersebut sebanyak 838 file sebesar 487,09 MB.
Baca juga: 7 Jurus BSI Untuk Dongkrak Akselerasi Perbankan Syariah
Folder tersebut memuat berbagai jenis data, mulai dari posisi tabungan masyarakat dalam bentuk rupiah, valuta asing (valas) bank umum, hingga bon.
Conti merupakan jaringan penjahat siber yang menggunkan ransomware atau perangkas pemeras dengan tujuan meminta tebusan finansial dari para korban dengan melakukan penahanan pada aset atau data yang bersifat pribadi.
Menanggapi informasi tersebut, kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono membenarkan bahwa BI terkena cyberattack pada bulan lalu. Sayangnya, Erwin tidak merinci sistem BI mana yang berhasil dijebol para hacker.
“Bank Indonesia menyadari adanya upaya peretasan berupa ransomware pada bulan lalu,” jelas Erwin dalam konferensi pers virtual.
Pihaknya menjelaskan data-data yang direntas merupakan bagian dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia yang tersedia di website BI, sehingga bisa bebas diakses oleh publik.
Baca juga: Data Bank Indonesia Diduga Bocor, Diretas Geng Conti Ransomware?
Erwin Haryono selaku perwakilan Bank Indonesia mengimbau agar masyarakat tak perlu panik akan kejadian tersebut. Sejauh ini Bank Indonesia telah melakukan pemulihan, audit dan mitigasi agar serangan serupa tidak terulang lagi.
Pihaknya juga tengah menyusun kebijakan standar untuk mitigasi gangguan IT dan ketahanan siber yang lebih ketat. Serta mengembangkan teknologi dan infrastruktur keamanan siber yang lebih kuat bahkan hingga ke level data karyawan guna mengantisipasi terjadinya insiden serupa.