Investor Mulai Khawatir dengan Isu Ancaman Invasi Rusia ke Ukraina
Maximilianus Nico Demus mengatakan, pelaku pasar dan investor tampaknya semakin khawatir, terkait dengan isu ancaman invasi Rusia ke Ukraina.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Muhammad Zulfikar
![Investor Mulai Khawatir dengan Isu Ancaman Invasi Rusia ke Ukraina](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/pasukan-penjaga-perdamaian-pimpinan-rusia-di-bandara-zhetygen_20220111_162257.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, pelaku pasar dan investor tampaknya semakin khawatir, terkait dengan isu ancaman invasi Rusia ke Ukraina.
Di mana, akhir-akhir ini dikabarkan invasi tersebut mengalami peningkatan, apalagi 100.000 pasukan Rusia sudah ditempatkan di segala penjuru perbatasan Ukraina.
"Penumpukan diperkirakan akan terus berlanjut karena tidak ada tanda-tanda akan mereda dan pembicaraan pun di antara kedua belah pihak masih menemui jalan buntu," ujar dia melalui risetnya, Selasa (25/1/2022).
Baca juga: Menteri PUPR: Anggaran Renovasi TMII Sebesar Rp 1,13 Triliun
Sementara, Amerika Serikat (AS) dan Inggris menanggapi ancaman tersebut dengan memberikan sanksi serta menarik para staf diplomatik mereka keluar dari kedutaan di Kyiv.
"Pertanyaannya adalah, sejauh mana para sekutu yang ada di wilayah barat mampu mendukung Ukraina? Wilayah barat pun tidak semuanya 100 persen mendukung, ada yang tidak ingin ikut campur, ada juga yang ingin membantu," kata Nico.
Contohnya, panglima Angkatan Laut Jerman justru terpaksa harus mengundurkan diri setelah mengatakan bahwa Putin pantas untuk dihormati.
Sejauh ini juga, Jerman masih menolak untuk memberikan Ukraina dukungan militer, berbeda dengan Amerika dan Inggris.
Sebabnya, sejauh ini yang paling keras dalam memberikan tanggapan adalah Amerika dan Inggris dengan memberikan sanksi perekonomian yang diperkirakan mampu memberikan tekanan.
Meskipun demikian, hingga saat ini Rusia masih bersikeras bahwa mereka tidak sedang bersiap untuk menyerang tetangganya, Ukraina, meskipun sudah hampir dipastikan di berbagai lokasi perbatasan ada pasukan Rusia.
"Rusia mengatakan, bahwa mereka memiliki hak untuk memindahkan personel dan peralatan militer kemanapun yang dia suka di negara tersebut," tutur Nico.
Baca juga: Ada Risiko Terjadi Oil Sludge Jika Mencampur Pelumas Beda Produk
Karena itu, Rusia menuduh pihak barat tengah merencanakan provokasi di Ukraina, di mana Ukraina sendiri bercita-cita dapat bergabung dengan Uni Eropa dan NATO di bawah Presiden Volodymyr Zelenskyy.
Nico menjelaskan, beberapa upaya sudah dilakukan di tingkat atas para pejabat Rusia, Amerika, dan NATO dalam beberapa pekan terakhir untuk mencoba mengurangi ketegangan, tapi kelihatannya masih belum berhasil.
Pasalnya, Rusia ingin sebuah jaminan dalam bentuk hukum bahwa Ukraina tidak akan diizinkan untuk bergabung dengan aliansi militer Amerika dan Eropa.
Rusia juga menginginkan NATO untuk dapat mengembalikan infrastruktur dan personil militer dari beberapa bagian Eropa Timur, dan negara negara bekas Soviet yakni Estonia, Latvia, dan Lituania.
Dia menambahkan, Amerika, Inggris, dan Uni Eropa telah memberikan peringatan kepada Rusia bahwa mereka akan menghadapi sanksi lebih lanjut.
Sanksi itu diklaim bisa melumpuhkan Rusia jika menyerang Ukraina, tapi Rusia sendiri sudah terbiasa tampaknya dengan sanksi tersebut.
"Begitupun dengan Inggris yang siap untuk mendukung dalam hal membela diri apabila Rusia mengambil langkah menyerang. Well, ada Omicron, ada geopolitik, ada inflasi, dan tentu saja akan ada The Fed yang akan menghiasi pasar, cermati setiap situasi dan kondisi yang terjadi ya," pungkas Nico.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.