Perjanjian FIR Berpotensi Tabrak Undang-undang Penerbangan? Simak Penjelasan Kemenhub
Dirjen Perhubungan Udara Novie Riyanto kembali menegaskan bahwa aturan perihal FIR Indonesia-Singapura sudah dikaji secara mendalam
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Muhammad Zulfikar
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mempertanyakan klaim Pemerintah yang menyebut FIR di atas Kepri dan sekitarnya telah berada di bawah kendali Indonesia dan tidak lagi Singapura.
"Namun bila merujuk pada siaran pers Kemenko Marves (Kemaritiman dan Investasi) dan berbagai pemberitaan di Singapura sepertinya kendali FIR belum berada di Indonesia," ungkap Hikmahanto.
Ia lantas merinci sejumlah alasan mengapa mempertanyakan pernyataan pemerintah yang menyebut telah mengambil alih FIR dari Singapura.
"Pertama, Siaran Pers Kemenko Marves menyebutkan di ketinggian 0-37.000 kaki di wilayah tertentu dari Indonesia akan didelegasikan ke otoritas penerbangan Singapura," terang Hikmahanto.
"Kedua, menurut media Singapura seperti channel news asia, maka pendelegasian diberikan oleh Indonesia untuk jangka waktu 25 tahun. Repotnya jangka waktu ini dapat diperpanjang sesuai dengan kesepakatan kedua negara," pungkasnya.
Terkait permasalahan apakah perjanjian FIR menabrak undang-undang Penerbangan, Novie Riyanto kembali menegaskan bahwa aturan perihal FIR Indonesia-Singapura sudah dikaji secara mendalam.
“Maaf saya memang bukan ahli hukum, tapi mohon membaca (Undang-Undang Penerbangan) jangan hanya 1 pasal aja. Kebetulan saya ikut menyusun dan ikut debat keras dengan Bapak-bapak di Parlemen. Dan Alhamdulillah semua bisa selesai,” papar Novie.
“Sehingga penerjemahan atau menginterpretasikan pasal tidak dilihat hanya di pasal 458, tapi juga dilihat di Bab-Bab yang lain. Terutama di Bab 1 (tentang Ketentuan Umum), Bab 2 (tentang Asas dan Tujuan), serta Bab 12 (tentang Tatanan Navigasi Nasional),” tegasnya.