Perjanjian FIR Berpotensi Tabrak Undang-undang Penerbangan? Simak Penjelasan Kemenhub
Dirjen Perhubungan Udara Novie Riyanto kembali menegaskan bahwa aturan perihal FIR Indonesia-Singapura sudah dikaji secara mendalam
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia dan Singapura telah menyepakati perjanjian Re-Alignment Flight Information Region (FIR) atau Penyesuaian Pelayanan Navigasi Penerbangan pada Selasa (25/1/2022) lalu.
Dengan adanya kesepakatan tersebut, pelayanan navigasi penerbangan di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna yang sebelumnya dilayani oleh Otoritas Navigasi Penerbangan Singapura, akan dilayani oleh Indonesia melalui Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Airnav Indonesia).
Namun sejumlah masyarakat dan pengamat menilai perjanjian FIR Indonesia-Singapura menabrak Undang-Undang Penerbangan.
Baca juga: Menhub: Keberhasilan FIR Jakarta Akhiri Status Quo di Atas Kepulauan Riau dan Natuna
Hal itu menyikapi informasi dari Kementerian Kemaritiman dan Investasi yang mengatakan delegasi pelayanan jasa penerbangan pada area tertentu diberikan kepada otoritas Singapura untuk penerbangan dengan ketinggian 0-37.000 kaki.
Adapun penerbangan 37.000 feet ke atas baru masuk dalam pengelolaan Indonesia.
Mengingat, berdasarkan Pasal 458 Undang-undang Penerbangan (Nomor 1 Tahun 2009) dengan tegas menyebutkan, wilayah udara Republik Indonesia, yang pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian sudah harus dievaluasi dan dilayani oleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan paling lambat 15 (lima belas) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.
Ditambah lagi seperti dikabarkan media asing, perjanjian FIR Indonesia-Singapura didelegasikan ke otoritas penerbangan Singapura untuk jangka waktu 25 tahun.
Bahkan dapat diperpanjang sepanjang mendapat kesepakatan kedua negara.
Adanya kabar tersebut, Kementerian Perhubungan langsung memberikan responnya.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto mengatakan, dalam pasal 458 UU Penerbangan terdapat 2 esensi. Yakni perihal Evaluasi dan Pelayanan.
Hal itu disampaikannya pada Diskusi Salemba bertajuk "Menakar Perjanjian Flight Information Region (FIR) Indonesia-Singapura, Bermanfaatkah Untuk Indonesia?" Minggu (6/2/2022).
Baca juga: Menhub: Keberhasilan FIR Jakarta Akhiri Status Quo di Atas Kepulauan Riau dan Natuna
“Pasal 458 ada 2 esensi, yang pertama adalah evaluasi. Evaluasi ini telah kita selesaikan dengan adanya perjanjian 25 januari 2022 lalu. Kemudian yang kedua, pelayanannya juga sudah diselesaikan. Karena dengan terbentuknya Airnav Indonesia pada tahun 2012 melalui peraturan pemerintah nomor 77 tahun 2012 ini sudah dijalankan,” ucap Novie.
“Awalnya kan pelayanan navigasi kita ini dilayani oleh Angkasa Pura I, Angkasa Pura II, kemudian sebagian oleh Perhubungan Udara, sehingga terjadi standard yang berbeda-beda. Dengan adanya PP 77 maka ini sudah memenuhi undang-undang tersebut,” sambungnya.
Seperti dilansir Kompas, kesepakatan terkait Singapura yang masih menguasai FIR di sebagian wilayah barat Indonesia mendapat sorotan.