Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Prediksi Menuju Puncak Penularan Omicron, Bagaimana Dampaknya Terhadap Bursa Saham?

Sejumlah analis pun memiliki pandangan berbeda mengenai arah bursa saham jika gelombang ketiga terus bergulir dan PPKM kembali diperketat.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Prediksi Menuju Puncak Penularan Omicron, Bagaimana Dampaknya Terhadap Bursa Saham?
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Karyawan melintas dengan latar layar pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta Selatan, Senin (3/1/2022). Pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia pada 2022 dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. IHSG ditutup naik 1,27 persen atau 83,83 poin menjadi 6.665,31 pada sesi II. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Gelombang penularan Covid-19 di Indonesia saat ini telah mencapai fase yang ketiga dengan varian Omicron.

Kini kasus harian Covid-19 kembali mencapai angka-angka yang cukup tinggi.

Pada Minggu (6/2/2022) angka harian yang terpapar Coid-19 mencapai sebanyak 36.057 kasus. Bahkan pada Jumat sebelumnya angkanya mencapai 47 ribu lebih.

Perkiraan pemerintah, pada akhir bulan Februari ini gelombang Omicron bakal mencapai puncak penularan di Indonesia.

Di tengah penyebaran varian omicron yang mengancam, bagaimana dampaknya terhadap bursa saham? Ledakan kasus covid-19 varian omicron ini berpeluang membuat pemerintah kembali memperketat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Baca juga: IHSG Menguat 0,71 Persen ke 6.731 di Akhir Pekan, Investor Asing Borong Saham BRI, Telkom dan BCA

Sejumlah analis pun memiliki pandangan berbeda mengenai arah bursa saham jika gelombang ketiga terus bergulir dan PPKM kembali diperketat. Equity Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora menilai bahwa kondisi tersebut bakal menjadi sentimen negatif bagi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Jika PPKM kembali naik ke level 3 apalagi 4, mobilitas masyarakat kembali terbatas. Hal ini akan mengganggu pemulihan ekonomi yang sedang melaju.

Berita Rekomendasi

"Apabila terjadi gelombang ketiga dan pemerintah menaikkan level PPKM ini akan menjadi penekan IHSG untuk jangka pendek dan IHSG berpotensi terkoreksi," kata Andhika saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (6/2).

Dilihat dari Analisis Elliott Wave, sebut Andhika, IHSG berpotensi untuk membentuk wave [e] dari wave 4 dengan target koreksi ke level 6.570-6.600.

Baca juga: IHSG Melesat 1,15 Persen ke Level 6.707, Investor Asing Borong BCA, ARTO dan BNI

Sementara itu, Analis Teknikal MNC Sekuritas Herditya Wicaksana melihat pergerakan IHSG sepekan terakhir belum menunjukkan kekhawatiran lonjakan kasus omicron. IHSG mengalami penguatan dan tampak akan menguji area resistance di 6.738-6.754.

"Namun demikian dengan meningkatnya kasus omicron menjadi kekhawatiran tersendiri akan pengetatan PPKM dan dikhawatirkan membawa dampak negatif untuk IHSG sendiri," ujar Herditya.

Secara teknikal, apabila IHSG belum menembus level resistance-nya, maka IHSG akan menguji level area 6.600-6.650 terlebih dahulu untuk area koreksi terdekatnya.

Herditya bilang, pelaku pasar tetap dapat mencermati area resistance sebagai acuan.

Technical Analyst Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova memandang bahwa pelaku pasar masih cukup percaya diri. Terlebih jika melihat aksi beli asing yang meningkat pada perdagangan Jum'at (4/2) dengan net buy Rp 870 miliar.

"IHSG pun saat ini bergerak mendekati resistance 6.754 yang jika ditembus akan mengonfirmasi bullish continuation," ungkapnya. Melihat IHSG yang masih tangguh, Ivan memperkirakan sekalipun terjadi pengetatan PPKM, maka koreksi yang bisa terjadi pada IHSG relatif terbatas. Yakni ke area 6.575-6.600.

Baca juga: IHSG Sesi I Melemah 0,18 Persen ke 6.588, Investor Asing Lego Saham Bank

Ada faktor yang mungkin menjadi pembeda, antara kekhawatiran dampak gelombang ketiga omicron dibandingkan saat gelombang kedua varian delta pertengahan tahun lalu.

Sebabnya, gejala omicron dianggap lebih ringan pada penderita yang terpapar, sehingga pemulihannya relatif lebih cepat dengan risiko kematian yang lebih rendah.

"Oleh karena itu kebijakan pembatasan pemerintah tidak seagresif ketika gelombang kedua dan investor menjadi lebih confident untuk melakukan akumulasi saham," ujar Ivan.

Pengamat Pasar Modal sekaligus Founder dan CEO Finvesol Consulting Fendi Susiyanto juga menyuarakan nada yang optimistis.

Dia memperkirakan, dampak terhadap bursa saham tidak akan signifikan, berbeda dengan gelombang covid-19 sebelumnya.

Ada sejumlah faktor yang menjadi sumber optimisme tersebut. Pertama, progres vaksinasi yang terus berjalan, bahkan sudah ke dosis ketiga (booster) menjadikan pasar lebih percaya diri dalam penanganan pandemi di Indonesia.

Berbeda saat gelombang pertama dan kedua, ketika vaksinasi masih wacana atau baru di tahap awal.

Kedua, selain pemerintah yang sudah lebih siap dari sisi kebijakan, pelaku pasar pun tampak bisa lebih cermat dalam menganalisis situasi.

"Jadi pasar sudah cukup kebal dengan perkembangan (kasus covid) terbaru. Dengan keyakinan pasar yang besar, indeks juga tetap mengalami apresiasi," sebut Fendi.

Baca juga: IHSG Sesi I Ditutup Turun 0,1%, Saham BNI Paling Laku Dibeli Investor Asing

Faktor ketiga, para emiten juga sudah lebih menyesuaikan diri dengan lingkungan bisnis saat ini.

Fendi memandang sudah ada perubahan model bisnis di kalangan perusahaan, sehingga kondisi pandemi yang masih berlangsung serta pengetatan PPKM sekalipun tidak lagi secara telak memukul kelangsungan usahanya. Memang, dampak terhadap setiap sektor akan berbeda.

api, Fendi menggambarkan bahwa sektor yang pada gelombang pandemi sebelumnya sangat terdampak seperti ritel pun sudah beradaptasi. Terutama lewat pengembangan saluran penjualan dan proses bisnis secara online atau lebih terdigitalisasi.

"Emiten sudah banyak menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan bisnis yang baru. Sehingga dampak dari pembatasan sosial bisa lebih terantisipasi," sebut Fendi.

Prediksi pekan Ini

Dia bahkan menilai pasar lebih mencermati magnitude yang datang dari arah kenaikan suku bunga The Fed. Jika omicron menjadi sumber kekhawatiran pasar, kata Fendi, maka IHSG akan berada di level 6.500 ke bawah.

Tetapi, IHSG masih bisa menembus level 6.600 bahkan bertengger di 6.731 pada penutupan perdagangan pekan lalu.

Cermati sektor dan saham ini Dalam konsisi tersebut, Fendi menjagokan sejumlah saham di sektor kesehatan dan pertambangan, yang berpotensi mengalami penguatan.

Di sektor tambang ada PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dengan target harga Rp 3.200 dan PT Harum Energy Tbk (HRUM) di level Rp 11.900.

Baca juga: IHSG Hari Ini Diprediksi Lanjutkan Penguatan, Saham Perbankan Layak Dicermati

Selanjutnya di sektor kesehatan ada PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) dengan target harga Rp 9.100, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) di level Rp 2.500, lalu PT Indofarma Tbk (INAF) dan PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) dengan target harga masing-masing di Rp 2.300 dan Rp 2.100.

"Sedangkan saham yang berpotensi koreksi ialah saham ritel dan mal," sebut Fendi.

Menguat 1,82% dalam Sepekan

Sementara itu, Ivan berpandangan bahwa sektor yang berpeluang mengalami kenaikan atau bullish reversal diantaranya adalah transportasi & logistic, consumer non-cyclical, infrastruktur, industrials dan finance.

Sedangkan untuk sektor lain diperkirakan bisa kembali konsolidasi atau mengalami tekanan jual dalam jangka pendek.

Ivan bilang, untuk sektor-sektor yang berpotensi mengalami penguatan lanjutan maupun reversal, dapat dilakukan trading buy untuk saham-saham yang sebelumnya sudah menguat atau akumulasi beli pada saham yang sedang di awal uptrend.

"Pertimbangkan juga dari sisi valuasi mengingat banyak saham yang PER-nya sudah mencapai angka ratusan sehingga terbilang mahal," ujar Ivan.

Analis Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan prediksi IHSG berpotensi uji resistance berikutnya di 6.750-6.775 pada Senin (7/2). Akan tetapi, waspadai potensi profit taking pada saat IHSG memasuki resistance area tersebut untuk sepekan ke depan. Support diperkirakan pada 6.660-6.680.

Saham-saham yang dapat diperhatikan meliputi BBCA, BBRI, BBTN, TLKM, KLBF dan AGII. Pada perdagangan Jumat (4/2), harga saham BBCA ditutup stagnan di level 7.725. Namun dalam perdagangan selama sepekan lalu, harga saham BBCA terkoreksi 75 poin atau 0,96%.

Valdy menambahkan, fokus utama pelaku pasar di awal pekan ini tertuju pada rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh BPS. Sebelumnya, Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 4% yoy di 2021.

Sebagai informasi, Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2021 di rentang 3.7%-4.5% yoy. Optimisme tersebut didasari kinerja ekspor yang baik sepanjang kuartal IV-2021 dan indeks manufaktur Indonesia yang mencatatkan kondisi ekspansif selama 5 bulan berturut-turut hingga Januari 2022.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis prediksi pergerakan IHSG masih akan cenderung fluktuatif dengan pergerakan berada di resistance 6.738-6.754 dan support 6.685 dan 6.645.

Jika mampu menembus resistennya, IHSG ada peluang untuk melanjutkan penguatan. "Untuk sentimen investor akan mencermati rilis data GDP baik untuk kuartal IV dan 2021, selain itu ada interest rate decision dimana berdasarkan konsensus masih memperkirakan BI masih menahan suku bunga," ujarnya pada Kontan, Minggu (6/2).

Di sisi lain, sentimen dari global akan ada data inflasi US yang diperkirakan akan akan tumbuh 7,3% dari sebelumnya 7%. (Kontan)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Ketahanan IHSG Di Tengah Lonjakan Omicron dan Potensi Pengetatan PPKM"

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas