Perdagangan Aset Kripto Kini Diperketat: Harus Terdaftar di Bappebti, Statusnya Bukan Alat Bayar
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi kini memperketat pengawasan perdagangan aset kripto.
Editor: Choirul Arifin
"Sehingga sistem keuangan nasional tetap menggunakan rupiah. Adapun aset kripto di dalam negeri dikategorikan sebagai komoditi sesuai Undang Undang No 10 tahun 2011 tentang perdagangan berjangka komoditi,” ujar Tirta.
Tirta menjelaskan bahwa sebagai komoditi untuk investasi, tiap aset kripto mempunyai karakter berbeda fluktuasinya.
"Maka kami menetapkan jenis aset kripto yang layak diperdagangkan yang sudah dilakukan penilaian sesuai ketentuan Peraturan Bappebti No. 7/2020," kata Tirta.
Di sisi lain, lanjut dia, Bappebti sebagai otoritas yang mengawasi, berkomitmen memberikan jaminan keamanan perdagangan aset kripto, karena itu ada kewajiban pedagang aset kripto harus terdaftar.
“Sesuai Perbappebti Nomor 8 Tahun 2021 termasuk nantinya pembentukan bursa kripto beserta kliring dan kustodi untuk memudahkan pelaporan transaksi, penjaminan keuangan dan aset kriptonya sendiri,” jelas Tirta.
Sementara itu, Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L. Tobing mengklarifikasi bahwa OJK tidak melarang perbankan untuk melayani transaksi keuangan pedagang aset kripto. Perbankan, menurut Tongam, tetap melayani transaksi jasa keuangan nasabahnya.
Sebagai lembaga intermediasi, bank menghimpun dana dari masyarakat dan memberikan kredit.
"Pedagang aset kripto atau investor tetap difasilitasi bank untuk kelancaran transaksi keuangannya maupun untuk kebutuhan pendanaan," ujarnya.
Klarifikasi itu berkaitan dengan pernyataan sebelumnya yang dinilai merupakan pelarangan dari OJK kepada perbankan untuk tidak memfasilitasi transaksi kripto.
Padahal, kata Tongam, maksud OJK adalah melarang bank menggunakan atau memfasilitasi perdagangan aset kripto.
Tongam menambahkan, larangan tersebut merupakan amanat UU Perbankan. Dalam Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan diatur jenis usaha bank.
"Di sana tidak ada diatur kegiatan usaha perdagangan komoditi. Dalam Pasal 10 UU tersebut diatur juga bahwa bank dilarang melakukan kegiatan usaha selain yang diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7. Bank dilarang misalnya menjadi agen penjual bitcoin, atau menempatkan aset dalam bentuk bitcoin,” tutur Tongam.
Sebelumnya, beberapa pihak menyoroti keberadaan perdagangan kripto sebagai investasi berisiko dan bahkan marak penipuan. Satu di antaranya pernyataan dari Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati yang mengimbau kalangan milenial agar memilih opsi lain dalam berinvestasi.
Dia menyorot karakter fluktuatif dari kripto yang berpotensi merongrong stabilitas keuangan. Terlebih lagi, pengguna kripto mengalami lonjakan drastis dalam beberapa tahun belakangan.