Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Dirut BP Jamsostek Ungkap Pengelolaan Dana JHT Rp 372,5 Triliun, Diinvestasikan ke Instrumen Ini

BP Jamsostek memaparkan dana kelolaan program JHT pada 2021 tercatat senilai Rp 372,5 triliun. Dana itu ditempatkan pada sejumlah instrumen investasi

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Dirut BP Jamsostek Ungkap Pengelolaan Dana JHT Rp 372,5 Triliun, Diinvestasikan ke Instrumen Ini
change.org
Petisi online menolak aturan baru pencairan JHT BPJS Ketenagakerjaan. Dirut BP Jamsostek Ungkap Pengelolaan Dana JHT Rp 372,5 Triliun, Diinvestasikan ke Instrumen Ini 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - BP Jamsostek memaparkan dana kelolaan program JHT pada 2021 tercatat senilai Rp 372,5 triliun. Dana tersebut ditempatkan pada sejumlah instrumen investasi untuk dikembangkan.

Direktur Utama BP Jamsostek Anggoro Eko Cahyo memastikan pengelolaan dana JHT sesuai tata kelola yang baik.

"Kami mengelola sangat hati-hati, dengan menempatkan pada instrumen investasi resiko terukur," ujar Anggoro dalam diskusi daring, Rabu (16/2/2022).

Baca juga: Stafsus Menaker Sebut Karyawan Resign Tidak Dapat JKP dan JHT

BP Jamsostek, ucap Anggoro, mengalokasikan aset pada beberapa instrumen investasi. Di antaranya, 65 persen dari total dana kelolaan ditempatkan di obligasi dan surat berharga

"Di mana 92 persen (dari 65 persen) penempatan dana di surat berharga, merupakan surat utang negara," ujar Anggoro.

Selain itu, ucap Anggoro, sebesar 15 persen dari dana kelolaan JHT ditempatkan di deposito dan lebih dari 90 persen penempatan di deposito merupakan bank-bank Himbara dan Bank Pembangunan Daerah.

Berita Rekomendasi

"Lalu, 12,5 persen dari total dana JHT ditempatkan di instrumen investasi saham. Saham-saham blue chip yang masuk dalam indeks LQ45," tutur Ajggoro.

Direktur Utama BP Jamsostek Anggoro Eko Cahyo saat diskusi daring, Rabu (16/2/2022).
Direktur Utama BP Jamsostek Anggoro Eko Cahyo saat diskusi daring, Rabu (16/2/2022). (Dennis Destryawan)

Kemudian, sebesar 7 persen dari dana JHT ditempatkan pada instrumen reksadana yang juga berisikan saham-saham blue chip dan LQ45.

"Sisanya 0,5 persen penyertaan dan properti. Penempatan dana JHT itu dapat dikatakan aman, karena instrumen terukur. Ini lah yang kita sampaikan, klaim itu jumlahnya tidak seperti yang dibayangkan atau pertanyakan," katanya.

Bantah Tidak Bisa Bayar Klaim Peserta

Direktur Utama BP Jamsostek Anggoro Eko Cahyo membantah pihaknya tidak bisa membayar klaim peserta pada program Jaminan Hari Tua (JHT).

Anggoro menepis soal isu terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 karena BPJS Ketenagakerjaan (TK) tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar klaim JHT peserta. Ia mengklaim likuiditas dana jaminan hari tua (JHT) mencukupi untuk membayarkan klaim-klaim yang ada.

"Sebagai gambaran 2021 dana program JHT Rp 372.5 triliun pada tahun 2021 total investasi dari pengelolaan dana tersebut Rp 24 triliun," ujar Anggoro saat diskusi daring, Rabu (16/2/2022).

Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan Tak Punya Uang Bayar Klaim JHT? Stafsus Menaker Ungkap Dana yang Tersedia

Ia memaparkan, iuran JHT yang diterima oleh BPJS Ketenagakerjaan di 2021 mencapai Rp 51 triliun. Sementara pembayaran klaimnya mencapai Rp 37 triliun.

"Kalau kita lihat angka tersebut, kita bisa melihat sebagian besar klaim kita bayarkan berasal dari investasi. Artinya, dana JHT Rp 372.5 triliun berkembang baik dan tidak terganggu pembayaran klaim. Ini gambaran situasi dana kelola BPJS TK," tutur Anggoro.

Sebelumnya, terbit Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Aturan itu, menetapkan pembayaran manfaat JHT diberikan saat usia peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 56 tahun, termasuk bagi pekerja yang mengundurkan diri dan terkena PHK.

Alasan Pemerintah JHT Cair saat Usia 56 Tahun

Pemerintah menjelaskan soal Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa dicairkan 100 persen saat usia 56 tahun, sebagaimana diatur dalam Permenaker no 22 tahun 2022.

Menkoperekonomian Airlangga Hartarto mengklaim hal itu agar jumlah yang diterima pekerja lebih besar.

Dia menjelaskan soal Permenaker nomor 2 tahun 2022 yang mengatur soal tata cara pembayaran JHT.

"Jaminan hari tua merupakan perlindungan pekerja atau buruh untuk jangka panjang. Sementara jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) merupakan jaminan jangka pendek yang juga diberikan kepada pekerja dan buruh," kata Airlangga dalam konferensi pers daring, Senin (14/2/2022).

Baca juga: Ketua DPR Puan Maharani: Dana JHT Hak Pekerja, Bukan Uang Dari Pemerintah

JHT, Airlangga menyebut, ditujukan agar para pekerja memiliki uang saat pensiun atau mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia.

"Manfaat dari program Jaminan Hari Tua adalah pertama, akumulasi iuran dari pengembangan. Kedua adalah manfaat lain yang bisa dicairkan sebelum masa pensiun dengan persyaratan tertentu, kemudian telah mengikuti kepesertaan 10 tahun minimal, dan nilai yang dapat diklaim paling banyak 30 persen dari jumlah jaminan hari tua untuk kredit atau keperluan perumahan atau 10 persen kebutuhan di luar perumahan," ucapnya.

Airlangga menambahkan akumulasi iuran akan lebih besar jika diambil saat pekerja masuk usia pensiun 56 tahun.

Bahkan, pemerintah tetap memberi perlindungan bagi pekerja yang kena PHK lewat jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).

"JKP tidak mengurangi jaminan sosial yang sudah ada dan iuran JKP tidak membebani pekerja dan pemberi kerja karena besaran iuran sebesar 0,46 persen dari upah berasal dari pemerintah pusat," pungkasnya.

Terima Dana Lebih Besar Lewat JKP

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bisa diklaim per 1 Februari 2022.

Dia menyebut pekerja yang di-PHK akan mendapatkan jumlah dana yang lebih besar melalui program JKP ini.

Baca juga: KSPI Demo Desak Ida Fauziyah Cabut Permenaker Soal JHT, Ini Rangkaian Aksinya

"JKP merupakan perlindungan jangka pendek bagi para pekerja atau buruh karena langsung mendapatkan manfaat seketika saat berhenti bekerja," kata Airlangga dalam konferensi pers daring, Senin (14/2/2022).

Penambahan program JKP, dikatakan Airlangga, tidak mengurangi manfaat program manfaat jaminan sosial yang sudah ada.

"Dan iuran program JKP tidak membebani pekerja dan pemberi pekerja, karena besaran iuran sebesar dari 0,46 persen dari upah berasal dari pemerintah pusat," tambahnya.

Para pekerja atau buruh yang di-PHK, Airlangga menyebut, berhak memperoleh manfaat JKP berupa uang tunai sebesar 45 persen upah di bulan pertama sampai ketiga, dan 25 persen upah di bulan keempat dan keenam.

"Sebagai contoh, rata-rata kalau di-PHK pada tahun kedua itu dengan gaji misalnya sebesar Rp5 juta, maka akan diberikan 45 persen dari Rp5 juta yaitu Rp2,250 juta dikali 3 bulan berarti Rp6,750 juta, sedangkan bulan keempat sampai keenam adalah 25 persen dari Rp5 juta, atau Rp1,250 juta dikali 3 adalah Rp3,750 juta, sehingga mendapatkan Rp10,5 juta," kata Airlangga.

"Sedangkan dengan mekanisme yang lama itu mendapatkan iurannya 5,7 persen dari Rp5 juta yaitu Rp285 ribu dikali 24 bulan Rp6,8 juta, dan tambahan 5 persen pengembangan dua tahun Rp350 ribu, sehingga mendapatkan Rp7,190 juta. Secara efektif regulasi ini memberikan Rp10,5 juta dibandingkan Rp7,1 juta," pungkas Airlangga.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas