Paparan BPA Galon Air Berbahaya bagi Kesehatan, Pelabelan Kemasan Dinilai Penting
Bisfenol A atau BPA merupakan senyawa kimia pembentuk polikarbonat, yaitu jenis plastik yang umumnya digunakan pada galon isi ulang
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan “kecenderungan yang mengkhawatirkan” terkait migrasi Bisfenol A atau BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat terhadap kesehatan masyarakat.
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang menjelaskan, fakta ini diperoleh dari hasil uji post-market 2021-2022 dengan sampel yang diambil dari seluruh Indonesia yang menemukan bahwa migrasi BPA (perpindahan BPA dari kemasan pangan ke dalam pangan) pada galon polikarbonat telah mencapai ambang batas berbahaya.
Bisfenol A atau BPA merupakan senyawa kimia pembentuk polikarbonat, yaitu jenis plastik yang umumnya digunakan pada galon isi ulang dan memiliki potensi bahaya bagi kesehatan.
Baca juga: Waspada Bahaya BPA pada Galon Air Minum, Langkah BPOM Ini Dinilai Solutif
Sebagai senyawa kimia, BPA dapat bermigrasi pada air dalam kemasan plastik dan memicu risiko kesehatan yang serius.
Potensi bahaya jangka panjang BPA bagi kesehatan masyarakat
BPOM menggolongkan BPA sebagai senyawa kimia berbahaya yang apabila sampai berpindah dari kemasan pangan ke dalam produk pangan dan terkonsumsi melebihi batas maksimal yang dapat ditoleransi tubuh, yakni sebesar 0,6 bagian per juta (bpj, mg/kg).
Menurut Rita, hasil uji migrasi BPA menunjukkan sebanyak 33% sampel pada sarana distribusi dan peredaran, serta 24% sampel pada sarana produksi, berada pada rentang batas migrasi BPA 0,05 mg/kg yang ditetapkan Otoritas Keamanan Makanan Eropa (EFSA) dan 0,6 mg/kg berdasarkan ketentuan di Indonesia.
"Potensi bahaya di sarana distribusi dan peredaran 1,4 kali lebih besar dari sarana produksi. Selain itu, terdapat potensi bahaya di sarana distribusi hingga 1,95 kali berdasarkan pengujian terhadap kandungan BPA pada produk AMDK berbahan polikarbonat dari sarana produksi dan distribusi seluruh Indonesia,” jelas Rita dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.
Selain itu, sudah banyak pula penelitian internasional lain yang juga telah menunjukkan akan potensi bahaya dari BPA bagi kesehatan, mulai dari anak-anak, dewasa, dan wanita hamil.
Mengutip dari Mayo Clinic, beberapa penelitian menunjukkan bahwa paparan BPA menjadi perhatian karena dapat berdampak pada kesehatan otak dan kelenjar prostat janin, bayi, dan anak-anak serta juga dapat mempengaruhi perilaku anak.
Baca juga: Publikasi Aturan Pelabelan BPA Air Galon, BPOM Dapat Apresiasi FMCG Insights dan YLKI
Penelitian tambahan juga menunjukkan bahwa partikel BPA mungkin dapat menyebabkan munculnya banyak penyakit kronis di masa depan, sebab ditemukan kaitan antara BPA dengan peningkatan tekanan darah, diabetes tipe 2, dan penyakit kardiovaskular. Tak hanya itu, Direktur Klinik Dian Perdana Medika Jawa Tengah Dian Kristiani mengingatkan tentang bahaya BPA yang dapat meningkatkan risiko kanker sejak dini.
“Plastik BPA berbahaya bagi bayi karena terbukti dapat memengaruhi berat badan lahir, perkembangan hormonal, perilaku dan resiko kanker di kemudian hari,” ujar Dian, dikutip dari Kontan, Senin (7/12/2020).
Sementara itu, mengutip dari Kompas.com, peneliti gabungan antarnegara asal Thailand, Jepang, dan Amerika Serikat (AS) merilis hasil studi terkait efek paparan BPA prenatal pada gen terkait autisme dan fungsi hipokampus.
Dari penelitian tersebut, diketahui bahwa paparan BPA pada wanita hamil dapat meningkatkan risiko melahirkan dengan janin gangguan autisme.
Bahkan, dalam artikel Tribunnews 15 Desember 2020, Dokter Spesialis Anak Neonatologist Rumah Sakit Mayapada Daulika Yusna pun mengatakan jika migrasi BPA dari kemasan makanan dan minuman seperti pada galon guna ulang tersebut dikonsumsi setiap hari dalam jangka waktu lama, maka dapat memberikan dampak yang sangat berbahaya bagi kesehatan.
"Bahaya BPA dapat dirasakan dalam waktu lama. Jadi, bahaya BPA tidak serta merta berefek. Contohnya pada gangguan hormon pada anak atau balita yang sedang tumbuh," papar Daulika.
Baca juga: Pakar Kebijakan Publik Minta BPOM Fair Terkait Pelabelan BPA Free Galon Guna Ulang
BPOM rancang aturan pelabelan risiko BPA
Melihat potensi bahaya dari migrasi BPA pada air galon isi ulang, BPOM mengambil langkah demi masa depan Indonesia yang lebih sehat.
Untuk itu, BPOM mencantumkan sejumlah pasal terkait pelabelan potensi bahaya BPA pada galon isi ulang dalam draft revisi Peraturan BPOM tentang Label Pangan Olahan. BPOM mengharuskan produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat untuk mencantumkan keterangan "Berpotensi Mengandung BPA".
Namun, BPOM memberlakukan pengecualian bagi produsen yang mampu membuktikan sebaliknya via pengujian laboratorium terakreditasi atau laboratorium pemerintah. Sementara untuk produsen AMDK yang menggunakan plastik selain polikarbonat, rancangan peraturan membolehkan untuk mencantumkan label "Bebas BPA".
Draf rancangan peraturan pelabelan potensi bahaya Bisfenol-A (BPA) pada air minum galon tersebut juga telah rampung dan tengah menunggu proses harmonisasi dan pengesahannya menjadi Peraturan BPOM.
Dalam konferensi pers tutup tahun 2021, Kepala BPOM Penny K Lukito menyebut rancangan peraturan pelabelan risiko BPA tersebut bertujuan untuk mencegah timbulnya masalah-masalah kesehatan di tengah masyarakat pada masa depan.
Akan tetapi, melansir rilis yang diterima Tribunnews pada Senin (14/2/2022) lalu, Ketua Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan (Aspadin), Rachmat Hidayat, sempat menyatakan menolak rencana pelabelan risiko BPA pada air minum kemasan antara lain karena bakal mematikan industri AMDK.
Galon isi ulang , menurutnya, sudah digunakan hampir 40 tahun, tidak saja oleh rumah tangga di perkotaan tetapi juga di sub-urban, termasuk di institusi pemerintah, rumah sakit, kantor dan lainnya.
"Pihak Aspadin ngotot menolak pelebelan itu dan menyebut BPOM termakan hoaks bahaya BPA," kata sumber yang tak ingin disebutkan identitasnya.
Namun, menurutnya BPOM “cukup sabar” menjelaskan ke perwakilan industri bahwa rencana kebijakan pelabelan sama sekali tidak berdasarkan tekanan pihak manapun, dan bahwa rencana kebijakan itu juga dilakukan di banyak negara lain.
Baca juga: Temukan Kontaminasi BPA di Galon Isi Ulang, BPOM: Kami Akan Evaluasi dan Buat Peraturannya
Dukungan bagi BPOM agar tak gentar terapkan regulasi
Mengetahui betapa regulasi pelabelan kemasan begitu urgen untuk mencegah banyaknya masalah kesehatan di Indonesia, pihak-pihak berpengaruh lainnya pun turut memberikan dukungan terhadap BPOM.
Ketua Umum Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia, Budi Dharmawan pun mengaku siap untuk mendukung.
"Sepanjang rancangan kebijakan BPOM memang berlatar keinginan untuk kepentingan kesehatan masyarakat secara luas, kami mendukungnya," kata Budi.
Pada November 2021 silam, anggota Komisi IX DPR Arzeti Bilbina turut mendesak pelabelan BPA tersebut.
"Saya minta BPOM membuat aturan setiap wadah plastik untuk tidak ada kandungan BPA dengan ditandai ada label 'BPA free'," katanya dalam sesi dengar pendapat dengan Penny, Senin (8/11/2021).
Baca juga: Temukan Kontaminasi BPA di Galon Isi Ulang, BPOM: Kami Akan Evaluasi dan Buat Peraturannya
Di sisi lain, Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menilai rencana ini sebagai langkah BPOM dalam menjalankan tugasnya untuk meningkatkan keamanan dan mutu pangan serta terkait pemenuhan hak informasi masyarakat atas pangan yang mereka konsumsi.
"Semakin tinggi standar keamanan dan mutu pangan yang ditetapkan BPOM, tentunya semakin baik bagi perlindungan konsumen," ujar Tulus.
Hal senada juga turut diungkapkan peneliti Balai Teknologi Polimer Badan Riset dan Inovasi Nasional, Chandra Liza yang menilai rencana pelabelan risiko BPA pada kemasan pangan bakal "membawa dampak positif" dalam perlindungan kesehatan masyarakat Indonesia di masa depan.
Ia turut berharap BPOM dapat segera mensosialisasikan rancangan kebijakan pelabelan itu secara luas.