Harga Kedelai Terus Melonjak, YLKI Minta Babi Jangan Dijadikan Kambing Hitam
Contohnya, negara China yang membutuhkan kedelai dalam jumlah besar lantaran 5 miliar ekor babi baru diberi makan kedelai.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah tidak mencari kambing hitam atas persoalan harga kedelai yang terus meningkat.
Pemerintah menyatakan harga kedelai naik karena ada masalah di negara importir.
Contohnya, negara China yang membutuhkan kedelai dalam jumlah besar lantaran 5 miliar ekor babi baru diberi makan kedelai.
"Secara empirik itu hal yang bisa dimengerti. Tapi dari sisi kebijakan publik itu tidak relevan bahkan mau mencari kambing hitam saja," ujar Ketua YLKI Tulus Abadi saat dihubungi, Senin (21/2/2022).
Baca juga: Tak Hanya di Jabodetabek, Pedagang Tahu Tempe di Jawa Juga Mogok Berjualan
Tulus berpandangan, yang menjadi persoalan saat ini adalah masih dominannya ketergantungan impor Indonesia kepada kedelai.
Termasuk ketergantungan terhadap Amerika Serikat, yang saat ini tengah dilanda cuaca buruk.
"Ini kesalahan pemerintah karena menggantungkan impor pada negara tertentu. Dan tidak ada upaya untuk memasok dengan kedelai lokal.
Selama tujuh tahun (Presiden) Jokowi belum ada upaya untuk memangkas ketergantungkan kedelai dan apalagi daulat kedelai," kata Tulus.
Saat ini, produsen tahu dan tempe mogok produksi mulai 21 hingga 23 Februari.
Disebabkan, harga bahan baku tempe dan tahu mencapai Rp12.000 per kilogram.
Baca juga: Perajin Mogok Produksi, Tahu dan Tempe Langka di Pasar Musi Depok
Padahal, harga kedelai impor sebelumnya hanya Rp 9.500 sampai Rp10.000 per kg.
"Kalau tidak ada upaya memasok kedelai lokal untuk kebutuhan dalam negeri, maka risikonya kita akan terancam dengan harga yang mahal, yang sangat merugikan publik," imbuh Tulus.
Naikkan Harga Tahu Tempe 20 Persen