Realisasi Belanja Daerah Turun, Anggaran Menumpuk di Bank Capai Rp 157 Triliun
Kementerian Keuangan menyayangkan realisasi belanja APBD mengalami penurunan hingga minus 4,8 persen pada Januari 2022.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kementerian Keuangan menyayangkan realisasi belanja APBD mengalami penurunan hingga minus 4,8 persen pada Januari 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat, realisasi belanja daerah hanya Rp 18,6 triliun pada Januari tahun ini dibanding Rp 19,6 triliun pada Januari 2021.
Baca juga: Per Juli 2021 Dana Pemda yang Mengendap di Bank Rp 173,73 Triliun
"Ini terutama karena realisasi belanja di bidang pendidikan kesehatan dan perlindungan sosial lebih rendah pada tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara, yang mengalami kenaikan adalah belanja di bidang ekonomi yaitu dari Rp 0,78 triliun ke Rp 0,99 triliun," ujarnya saat konferensi pers APBN Kita, Selasa (22/2/2022).
Baca juga: Pemda Sebut Kelangkaan Minyak Goreng di Retail Modern Kota Malang Karena Panic Buying
Menurut Sri Mulyani, fenomena ini tentu perlu untuk dicermati, karena belanja di daerah juga memiliki peranan sangat penting untuk bisa mendorong pemulihan ekonomi di masing-masing wilayah.
Sayangnya lagi, harapan untuk terjadi akselerasi belanja di daerah belum tercapai karena dana yang menumpuk di bank semakin banyak.
"Daerah masih memegang saldo dana pemerintah daerah di perbankan. Bahkan kalau kita lihat tahun ini saldo bulan Januari, dana pemerintah daerah di bank justru mengalami kenaikan yaitu menjadi Rp 157,97 triliun diibandingkan tahun lalu Rp 133,5 triliun," kata Sri Mulyani.
Baca juga: Dana TKDD Mengendap di Bank, Ketua DPD Imbau Pemprov Jatim Segera Lakukan Belanja Daerah
Menurut dia, ini kenaikan yang cukup signifikan, meski dana pemda ini sering disebutkan memang perlu taruh di bank untuk berjaga-jaga memenuhi kebutuhan belanja operasional.
"Namun, beberapa daerah memang belanja operasionalnya lebih tinggi dibandingkan saldo di perbankan mereka. Sedangkan, ada beberapa daerah, di mana saldonya jauh lebih tinggi dibandingkan kebutuhan dana operasional, dan ini berarti mereka memiliki dana terlalu besar yang seharusnya bisa dipakai untuk memulihkan ekonomi di daerah," pungkasnya.