Melonjaknya Harga Minyak Dunia Ancam Keuangan Pertamina dan Potensi Membengkaknya Tanggungan APBN
Melonjaknya harga minyak dunia ancam keuangan Pertamina hingga potensi membengkaknya tanggungan APBN , ini penjelasannya
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kekhawatiran dunia benar-benar terbukti setelah Rusia melakukan serangan militer besar-besaran ke Ukraina pada Kamis (24/2/2022).
Ledakan keras dari senjata militer Rusia membumi hanguskan sejumlah instalasi militer Ukraina, yang menandakan dimulainya perang.
Adanya konflik 2 negara Eropa tersebut memberi dampak cukup signifikan terhadap harga minyak mentah dunia.
Tak sampai disitu, melonjaknya harga minyak dunia memiliki efek domino, dan Indonesia juga berpotensi mengalami dampaknya. Mengapa demikian?
Baca juga: Analisis Ahli, Operasi Militer Rusia ke Ukraina Tak Dipandang Putin Sebagai Sebuah Invasi
Sebelumnya, JP Morgan sempat memproyeksikan harga minyak bisa mencapai level 120 dollar AS per barel, apabila ekspor Rusia terganggu oleh konflik dengan Ukraina.
Raksasa bank investasi multinasional itu juga mewanti-wanti harga minyak mentah acuan global, Brent, yang berpotensi melesat ke level 150 dollar AS per barrel, apabila ekspor minyak mentah Rusia turun hingga 50 persen.
Rusia memang memiliki pengaruh besar terhadap pergerakan harga minyak mentah, mengingat Negara tersebut merupakan produsen minyak dan gas alam terbesar kedua, hanya kalah oleh Amerika Serikat.
Dampaknya terhadap Indonesia
Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengungkapkan, ketegangan Rusia-Ukraina memiliki efek cukup besar terhadap ekonomi Indonesia.
Menurutnya, ada potensi inflasi tinggi terjadi di tanah air.
Pasalnya, tingginya harga minyak dunia bakal mempengaruhi harga BBM dan tarif listrik domestik, yang kemudian mempengaruhi harga komoditas nasional, dan pada akhirnya inflasi menjadi tinggi.
Baca juga: Wagub DKI Ajak Warga Sebarkan Perdamaian Lewat Medsos, Perang Bukan Jalan Terbaik
Dirinya mengungkapkan, impor BBM Indonesia terbilang besar.
Berdasarkan catatannya, nilainya menembus angka 14,3 miliar dolar AS di 2021, atau setara Rp204,9 triliun (asumsi kurs Rp14.331 per dolar AS).
Lanjut Bhima, jika harga minyak dunia terus mengalami peningkatan dan Indonesia tetap impor kebutuhan energi, maka Pemerintah wajib memilih 3 pilihan yang berat.
Pertama, Pertamina dan PLN yang merupakan BUMN energi mau tidak mau harus menanggung rugi.
Dimana 2 perusahaan pelat merah tersebut harus membeli minyak ataupun gas (impor) dengan harga tinggi, dan kemudian harus menjual ke masyarakat dengan harga seperti sekarang ini.
Pilihan kedua, Pemerintah harus menambah anggaran untuk subsidi energi di APBN, padahal di saat yang bersamaan Pemerintah tengah mendorong pemulihan ekonomi nasional imbas pandemi Covid-19.
Dan pilihan yang ketiga adalah, Pemerintah tidak mengucurkan subsidi dan membiarkan masyarakat membeli kebutuhan energinya dengan harga yang mahal.
Baca juga: Minyak Goreng Masih Langka di Pasar Tradisional, Polisi Ancam Pidanakan Distributor Nakal
“Problemnya impor BBM indonesia sangat besar 14,3 miliar dolar AS di 2021. Tahun lalu saja sudah naik 74 persen. Kalau terus berlanjut tinggal kuat-kuatan saja, apakah pertamina dan PLN mau tanggung rugi, subsidi energi APBN ditambah, atau tarif energi dilepas ke harga pasar,” jelas Bhima saat dihubungi Tribunnews belum lama ini.
“Kenaikan Rp1.000 per liter BBM non subsidi saja akan picu inflasi lebih dari 5 persen. Inflasi akan jadi musuh yang menghambat pemulihan daya beli,” paparnya.
Pertamina Lakukan Kajian dan Evaluasi Penyesuaian Harga BBM
Perusahaan minyak pelat merah yakni Pertamina terus memantau perkembangan pasar minyak dan gas (migas) dunia yang naik tajam.
Sebagai informasi, tren harga minyak mentah telah tembus 100 dolar Amerika Serikat (AS) per barel.
Salah satu alasan melambungnya harga tersebut imbas pulihnya demand energi secara global serta terdampak dari meningkatnya ketegangan politik Rusia-Ukraina.
Baca juga: Sita Truk Kontainer Berisi 26 Ton Minyak Goreng Premium, Polres Jaksel Periksa 8 Saksi
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman menjelaskan bahwa Pertamina terus memonitor kondisi energi global yang berpengaruh pada bisnis perusahaan.
Terkait penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) ke masyarakat, Perseroan kini tengah melakukan kajian dan evaluasi.
“Pertamina akan terus memantau perkembangan pasar migas dunia dan melakukan kajian, evaluasi serta berkoordinasi dengan seluruh stakeholder terkait dampak strategisnya,” ujar Fajriyah di Jakarta, Jumat (25/2/2022).
“Termasuk penetapan harga BBM Non Subsidi, agar tetap terjaga kondisi pasar yang seimbang serta memastikan kemampuan keuangan perusahaan dalam rangka menjamin suplai BBM kepada seluruh masyarakat sampai ke pelosok negeri,” tandasnya.