Pengusaha Kelapa Sawit Anggap Kebijakan Mendag Soal DMO 30 Persen Berlebihan
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan, pengusaha berpotensi merugi dengan kebijakan domestic market obligation (DMO) sawit 30 %
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan, pengusaha berpotensi merugi dengan kebijakan domestic market obligation (DMO) sawit 30 persen.
Ketua Bidang Luar Negeri Gapki Fadhil Hasan mengatakan, kerugian bisa terjadi akibat jumlah ekspor akan berkurang demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Sebenarnya kalau yang merugi itu dalam pengertian ekspornya terganggu karena yang dibutuhkan bukan 30 persen," ujarnya saat dihubungi Tribunnews, ditulis Jumat (11/3/2022).
Baca juga: DMO Naik, Ekonom Curiga Ada Masalah Serius dalam Tata Kelola Minyak Goreng
Padahal, menurut dia kebutuhan terhadap minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) untuk pasar domestik sudah cukup, sehingga DMO 30 persen dinilai berlebihan.
"Dibutuhkan katakan 7 juta ton CPO, kalau DMO 30 persen dari total ekspor sangat besar sekali. Kalau ekspor 35 juta ton, itu 30 persennya 9 juta ton, lebih dari kebutuhan," kata Fadhil.
Sementara dari sisi kinerja, memang banyak perusahaan sawit mengalami peningkatan keuntungan dengan kenaikan harga CPO di 2021.
Baca juga: Pemerintah Naikkan DMO Hingga 30 Persen, Harga CPO Bisa Ikut Melambung
Namun, lanjut Fadhil, adanya kebijakan DMO dari pemerintah bisa membuat kinerja dari keuangan perusahaan sawit tidak semoncer tahun lalu.
"Itu baru sampai kemarin akhir 2021 perusahaan CPO keuntungnya naik, sekarang belum ada laporannya. Tahun lalu, belum ada kebijakan DMO dan DPO, sehingga kita lihat dulu nanti laporannya di kuartal I 2022," pungkasnya.