Anggota Komisi VI DPR: Tidak Benar AC Impor China Banjiri Pasar Dalam Negeri
Darmadi Durianto mempertanyakan pernyataan salah satu petinggi perusahaan elektronik yang menyatakan bahwa pasar AC dalam negeri dibanjiri dari China.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto mempertanyakan pernyataan salah satu petinggi perusahaan elektronik yang menyatakan bahwa pasar AC dalam negeri dibanjiri dari China.
Menurutnya, pernyataan tersebut tidak sesuai kondisi di lapangan.
Sebelumnya, Wakil Direktur PT Panasonic Manufacturing Indonesia (PMI) Daniel Suhardiman mengatakan bahwa produk AC OEM dari China telah mengisi 80 persen pasar domestik sejak masa pandemi.
Baca juga: Italia Cari Alternatif untuk Setengah Gas yang Diimpor dari Rusia
Darmadi menilai, pernyataan tersebut tidak berdasar dan patut diduga sarat akan kepentingan politik bisnis terselubung.
"Kemungkinan adanya agenda tersembunyi yang ingin membuat pemerintah untuk menghentikan impor dari China dengan tujuan agar bisa menaikkan pangsa pasarnya di Indonesia," kata Darmadi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/3/2022).
Politikus PDIP itu menambahkan, bahwa setelah dilakukan pengecekan di pasar ada beberapa model perusahaan asal Jepang itu yang harganya lebih rendah dibandingkan dengan brand Jepang lainnya.
Baca juga: Kebijakan Jokowi Tutup Keran Impor Jagung Dinilai Untungkan Petani Lokal
"Sehingga apabila jika ada suatu merek mengalami penurunan penjualan janganlah langsung mengatakan bahwa ini akibat harga AC impor yang lebih murah, tetapi harus dianalisa apakah strategi marketing dan penjualan yang dilakukan sudah tepat di pasar," tuturnya.
"Apalagi, merek tersebut diketahui juga melakukan impor dari China untuk beberapa tipe AC-nya yang dijual di Indonesia," ujar Legislator dari dapil DKI Jakarta III itu.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Perkumpulan Perusahaan Pendingin Refrigerasi Indonesia (PERPRINDO) Iffan Suryanto menepis informasi yang mengatakan bahwa pasar AC di Indonesia adalah 80 persen didominasi oleh produk impor China.
"Itu informasi tidak benar. Karena AC impor yang ada di pasaran Indonesia tidak seluruhnya berasal dari China tapi juga dari negara lain seperti Thailand, Malaysia," ujar Iffan.
Iffan juga menambahkan bahwa adanya informasi yang menyebutkan bahwa AC dari China mendapatkan subsidi export rebate dari China sebesar 17 persen tidaklah tepat.
"Ini dikarenakan AC bukanlah produk yang dimasukkan ke dalam produk Prioritas oleh pemerintah China sehingga tidak mendapatkan subsidi," jelas Iffan.
"Bahwa benar pabrikan China mendapatkan tax refund sewaktu melakukan ekspor, tetapi harus dipahami bahwa pabrikan sudah membayar dulu pajak sewaktu membeli material-material produksi dan karena diekspor maka pajaknya direfund," sambungnya.
Menurut Iffan, Ini adalah hal yang normal dilakukan di semua negara dimana pelaku usahanya melakukan kegiatan ekspor maka pajak bisa direfund.
"Bahkan sama juga seperti di Indonesia di mana kita membayar PPN sewaktu melakukan pembelian barang-barang termasuk barang produksi dan sewaktu kita melakukan export maka kita mendapatkan restitusi PPN dan itu bukanlah merupakan subsidi dari pemerintah karena pelaku usaha sudah membayar terlebih dahulu pajaknya," ungkap Iffan.
Menyikapi persoalan tersebut, Iffan mengatakan, Asosiasi Perprindo memberikan beberapa usulan kepada pemerintah agar industri AC dalam negeri dapat lebih maju.
"Pertama, pemerintah harus mendukung tumbuhnya industri pendukung komponen AC dalam negeri karena saat ini hampir sebagian besar komponen AC masih diimpor khususnya kompressor AC," ujarnya.
Hal ini, lanjut Iffan, menyebabkan biaya produksi AC dalam negeri menjadi lebih tinggi karena komponen AC harus diimpor.
"Kedua, pemerintah juga dapat mendukung dalam hal regulasi impor komponen produksi AC," harapnya.
Untuk diketahui, kata dia, saat ini bea masuk untuk impor AC jadi (CBU) adalah 0 persen tetapi untuk mengimpor komponen AC yang dibutuhkan untuk produksi AC di dalam negeri malah terkena bea masuk dengan tarif bervariasi dari 5-15 persen.
"Ini tentunya menyulitkan tumbuhnya industri AC dalam negeri karena akan sulit bersaing dalam hal biaya karena sebagian komponen AC masih diimpor dan harus membayar bea masuk sehingga ini yang menyebabkan impor AC lebih murah dibandingkan dengan produksi dalam negeri karena untuk impor AC bea masuknya 0 persen sedangkan impor komponen untuk produksi AC malah terkena bea masuk," ungkap Iffan.
Menurutnya, dengan adanya kebijakan pemerintah yang mendukung investasi industri AC dalam negeri maka ekosistem industri AC Indonesia dari hulu ke hilir dapat berkembang.
"Sehingga bisa mengurangi impor AC, apalagi ditambah dengan adanya Tax Incentives kepada pada investor AC luar negeri maka dapat mempercepat investasi industri AC dalam negeri," pungkas Iffan.