Kredit Rumah dan Kendaraan Bermotor Disebut Akan Kena Dampak Kenaikan Suku Bunga di 2022
Paling baru, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin (bps).
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) mengatakan, kenaikan suku bunga di berbagai negara bisa membuat beban masyarakat di tanah air meningkat.
Paling baru, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin (bps).
"Bunga KPR (kredit pemilikan rumah), kredit kendaraan bermotor, dan pinjaman modal usaha akan dinaikkan sepanjang 2022," ujarnya melalui keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Kamis (17/3/2022).
Baca juga: Pertumbuhan KPR yang Masih Tinggi Dorong Pertumbuhan Penjualan Properti LPKR
Padahal menurut Bhima, indeks keyakinan konsumen (IKK) per Februari 2022 justru mengalami pelemahan, sehingga berpotensi menghantam ekonomi.
Adanya risiko pelemahan pertumbuhan ekonomi kembali terjadi di dalam negeri, maka proyeksi pertumbuhan sulit mencapai 5 persen.
Bhima menjelaskan, Bank Indonesia (BI) jelas akan segera menyesuaikan suku bunga acuan mengikuti arah tren Bank Sentral AS.
Baca juga: Tingkat Kepuasan Terhadap Jokowi Tinggi, Jokpro: Linear dengan Keinginan Lanjutkan 3 Periode
Sementara, jika BI tidak menaikkan suku bunga, maka dikhawatirkan maka capital outflow akan menekan stabilitas nilai tukar rupiah.
"BI juga pastinya mewaspadai inflasi April tinggi, selain masalah momentum Ramadan, juga karena penyesuaian tarif PPN menjadi 11 persen, dan naiknya harga pangan yang kontinu, di antaranya minyak goreng," kata dia.
Baca juga: Jadi Operator Investasi Pemerintah, BP Tapera Salurkan KPR Sejahtera FLPP Rp 22 Triliun di 2022
Di sisi lain, kenaikan suku bunga The Fed 25 bps dinilainya bukan disebabkan oleh adanya pemulihan ekonomi, tapi karena kekhawatiran inflasi tinggi.
Sebab, proyeksi berbagai lembaga internasional saat ini, justru sedang terjadi ancaman perlambatan ekonomi global akibat disrupsi pasokan dan risiko geopolitik.
"Kondisi ini dapat memicu terjadinya tekanan ekonomi baik di AS maupun negara berkembang, karena konsumen sebenarnya belum siap hadapi kenaikan suku bunga," pungkas Bhima.