Langkah Mengembalikan Harga Minyak Goreng ke Mekanisme Pasar Menunjukkan Kelemahan Pemerintah
Langkah membatalkan HETt dinilai menunjukkan kelemahan pemerintah karena tak mampu mengatasi permasalahan minyak goreng.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah telah membatalkan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan mengembalikan harga minyak goreng ke mekanisme pasar.
Langkah tersebut dinilai menunjukkan kelemahan pemerintah karena tak mampu mengatasi permasalahan minyak goreng.
"Kebijakan pemerintah mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) dengan menetapkan aturan baru, yaitu menyesuaikan harga minyak goreng kemasan sesuai dengan harga pasar menunjukkan kelemahan pemerintah dalam hal ini Menteri Perdagangan," kata Sekjen DPP Generasi Muda Pembaharu (Gempar) Indonesia, Petrus Sihombing, dalam keterangannya, Jumat (18/3/2022).
Petrus menjelaskan, berkali-kali Mendag mengatakan pasokan minyak goreng aman, tapi kenyataannya barang di pasaran tidak ada.
Menurutnya jika memang alur distribusi yang bermasalah, maka harusnya bisa diselesaikan, sebab masalah ini sudah ada sejak akhir tahun 2021.
"Uniknya, setelah minyak goreng dilepas ke harga pasar, minyak goreng dengan segera tersedia di pasaran. Padahal sebelumnya Mendag, katanya, sudah cek kemana-mana, bahkan sampai menjumpai Kapolri," katanya.
Baca juga: HET Dicabut, Stok Minyak Goreng di Majalengka Kini Melimpah, Harganya Langsung Melejit
"Jika semua instrumen negara sudah bekerja, tapi minyaknya tidak ketemu, lalu kemudian dilepas ke harga pasar dan tiba-tiba barangnya muncul, maka ini patut menjadi tanda tanya besar," lanjutnya.
Lebih mengagetkan lagi, kata Petrus, adanya subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp 7,6 triliun.
Padahal, jika pemerintah membeli minyak goreng sesuai harga pasar dan membagi-bagikan kepada 26 juta masyarakat miskin dan 8 juta pengangguran, maka angka subsidinya hanya Rp 1,6 triliun sebulan.
Lantas, Petrus mengingatkan bahwa Mendag sebelumnya juga pernah berupaya untuk membuka impor beras dengan alasan pasokan kurang, tapi karena kegigihan Budi Waseso selaku Dirut Bulog hal itu tidak jadi dilakukan, dan terbukti kini tidak ada kekurangan pasokan beras.
"Presiden Joko Widodo harus dengan serius mengevaluasi kinerja Mendag, sebab jika tidak publik bisa berburuk sangka kepada Presiden. Padahal jejak rekam Presiden selalu berada di pihak rakyat," tandasnya.