Garuda Indonesia Harus Bayar Denda Rp 1 Miliar Setelah Kasasi Ditolak MA
Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan Garuda Indonesia dan perseoran harus membayar denda sebesar Rp 1 miliar kepada kas negara.
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan Garuda Indonesia dan perseoran harus membayar denda sebesar Rp 1 miliar kepada kas negara.
MA menguatkan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas perkara praktik diskriminasi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) terkait pemilihan mitra penjualan tiket umrah menuju dan dari Jeddah dan Madinah.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur menjelaskan, dalam putusan MA dengan register 561 K/Pdt.Sus-KPPU/2022 yang diputus pada 9 Maret 2022, MA menolak kasasi yang diajukan Garuda Indonesia.
Baca juga: Harga Avtur Melonjak, Garuda Belum Naikkan Harga Tiket
Dengan adanya putusan MA tersebut, maka putusan KPPU telah berkuatan hukum tetap sehingga Garuda Indonesia wajib untuk melaksanakan putusan.
"Khususnya pembayaran denda sebesar Rp 1 miliar kepada kas negara selambat-lambatnya 30 hari. Apabila terlambat melakukan pembayaran denda, GIAA dapat dikenakan denda keterlambatan sebesar 2 persen per bulan dari nilai denda," kata Deswin melalui siaran pers, Senin (21/3/2022).
Perkara ini bermula dari laporan masyarakat mengenai dugaan praktek diskriminasi yang dilakukan maskapai pelat merah tersebut.
Hal itu terkait upaya penutupan akses saluran distribusi penjualan langsung tiket umrah melalui program Wholesaler.
Masyarakat dan sejumlah pelaku usaha merasa dirugikan akibat keputusan Garuda Indonesia yang membatasi akses langsung pembelian tiket untuk tujuan umrah hanya kepada 5 pelaku usaha.
Bahkan awalnya malah dibatasi kepada 3 pelaku usaha saja.
Pembatasan akses tersebut dilakukan melalui terbitkannya GA INFO menyatakan bahwa mulai 1 Maret 2019, pembelian tiket Middle East Area (MEA) yang merupakan rute umrah hanya dapat dilakukan melalui 5 mitra dari Garuda Indonesia.
Baca juga: Kejagung Kembali Tetapkan Tersangka dalam Kasus Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda Indonesia
Dalam persidangan, KPPU menilai bahwa tindakan Garuda Indonesia menunjuk keenam pelaku usaha sebagai wholesaler tersebut dilakukan tanpa melalui proses penunjukan secara terbuka dan transparan, tidak didasarkan pada persyaratan dan pertimbangan yang jelas dan terukur, serta adanya inkonsistensi dalam rasionalitas penunjukan wholesaler.
KPPU juga menilai tindakan Garuda Indonesia tersebut membuktikan adanya praktik diskriminasi terhadap setidaknya 301 pelaku usaha potensial dalam mendapatkan akses yang sama.
Keputusan KPPU tersebut disampaikan dalam Sidang Majelis Komisi KPPU pada 8 Juli 2021.
"Putusan tersebut pada pokoknya menyatakan GIAA terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf d UU Nomor 5 Tahun 1999 dan mengenakan denda kepada GIAA sebesar Rp 1 miliar," ujar Deswin.
Namun saat itu, Garuda Indonesia mengajukan upaya hukum keberatan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 29 Juli 2021 dengan Register Perkara Nomor 03/Pdt.Sus.KPPU/2021/PN Niaga Jkt Pst.
Keberatan ini kemudian diputus pada tanggal 3 Desember 2021 dengan amar menolak permohonan keberatan dari Garuda Indonesia dan memertahankan putusan KPPU.
Garuda Indonesia tidak menerima putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tersebut, sehingga mengajukan kasasi pada 3 Januari 2022. Kemudian diputuskan oleh MA pada tanggal 9 Maret 2022 dengan amar putusan menolak permohonan kasasi tersebut.
Sumber: Kompas.com