Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kebijakan BLT Minyak Goreng Dinilai Tepat Mengatasi Rendahnya Daya Beli Masyarakat

Robi Nurhadi menilai kebijakan BLT ini menjadi model tepat untuk mengatasi persoalan rendahnya daya beli

Editor: Sanusi
zoom-in Kebijakan BLT Minyak Goreng Dinilai Tepat Mengatasi Rendahnya Daya Beli Masyarakat
Warta Kota/Nur Ichsan
ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Minyak Goreng untuk menjaga daya beli masyarakat.

Bantuan dapat digunakan untuk modal usaha atau membeli kebutuhan pokok termasuk minyak goreng yang harganya sedang meningkat.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Robi Nurhadi menilai kebijakan BLT ini menjadi model tepat untuk mengatasi persoalan rendahnya daya beli masyarakat seiring naiknya harga-harga komoditas kebutuhan pokok akhir-akhir ini.

Baca juga: BLT Minyak Goreng Rp 300 Ribu Cair sebelum Lebaran, Cek Penerima di cekbansos.kemensos.go.id

Pria yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian Pascasarjana di Unas itu mengatakan, kebijakan BLT telah lama menjadi kebijakan benchmark.

BLT tidak hanya diadopsi di negara-negara Asia, Amerika dan Afrika yang masih berkembang. Negara-negara Eropa, menurut dia, juga banyak mengadopsi kebijakan tersebut manakala diperlukan.

“BLT ini telah menjadi model kebijakan yang banyak digunakan. Negara-negara Eropa juga banyak memberikan bantuan kepada warganya dengan model BLT,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Senin (11/4/2022).

Baca juga: Syarat dan Cara Dapat BLT Minyak Goreng Rp 300 Ribu di Aplikasi Cek Bansos

Berita Rekomendasi

Alasan utama mengapa model BLT dipakai, tak lain karena sangat cair dalam penggunaan serta umumnya memenuhi ekspektasi penerima bantuan. Distrubusi BLT umumnya juga lebih mudah dibandingkan distribusi bantuan lainnya, misalnya dalam bentuk natura atau sembako, pada umumnya di Indonesia.

“Kan lebih mudah, karena terdistribusi langsung pada rekening orang atau kelompok yang menjadi tujuan,” ujar Robi.

Di Eropa dan negara-negara maju lainnya, BLT umumnya diberikan bila ada kejadian yang membuat masyarakat mengalami ketidakmampuan yang tiba-tiba.

Karena itu, Robi sepakat kala Kemenko Perekonomian, menyampaikan model BLT untuk menyalurkan bantuan kepada rakyat.

“Itu pilihan model kebijaksanaan yang tepat. Tinggal bagaimana melakukan implementasi dan pengawasannya,” tutur dia.

Dia menunjuk contoh gagalnya bantuan salah satu kementerian disaat bantuan pandemi Covid-19, yang belakangan menyeret sang menteri masuk penjara.

Baca juga: BLT Hanya Solusi Jangka Pendek, Harga Minyak Goreng Masih Mahal Meski Stok Melimpah

Saat ditanya tentang peluang suksesnya program Kemenko Perekonomian tersebut seiring isu kesulitan keuangan pemerintah, Robi optimistis. Pasalnya, dalam logika sederhana pun urusan yang urgen itu tentu menjadi prioritas yang akan didahulukan.

“Misalnya, membayar gaji pegawai negeri itu tentu lebih prioritas dibanding membangun gedung atau infrastruktur,” kata dia.

Apalagi bila hal itu menyangkut potensi terjadinya bencana, misalnya, kekurangan daya beli, peluang merebaknya kelaparan di masyarakat dan sebagainya.

“BLT itu tentu jadi jadi prioritas," tutur Robi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas