Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Inflasi AS Tinggi, Bank of Amerika Peringatkan Resesi Sudah di Depan Mata

Bank of America memperingatkan inflasi yang tinggi akan memicu ancaman bagi pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS).

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Sanusi
zoom-in Inflasi AS Tinggi, Bank of Amerika Peringatkan Resesi Sudah di Depan Mata
NYgo.com
ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nur Febriana Trinugraheni

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Bank of America memperingatkan inflasi yang tinggi akan memicu ancaman bagi pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS).

Peringatan ini muncul pada Selasa (12/4/2022) kemarin, menjelang penyerahan laporan kepada pemerintah AS, yang menunjukkan harga konsumen melonjak sebesar 8,5 persen pada bulan Maret lalu, ini merupakan laju tercepat sejak Desember 1981. Rekor kenaikan harga di AS juga menimpa kendaraan baru, pakaian, makanan bayi hingga saus salad.

Kepala Strategi Investasi Bank of America, Michael Hartnett menuliskan pada sebuah catatan klien mengenai peringatan terjadinya ‘kejutan resesi’ di AS.

Baca juga: Investor AS Waspadai Risiko Resesi Akibat Kenaikan Suku Bunga The Fed

“Kejutan inflasi' memburuk, 'kejutan suku bunga' baru saja dimulai, 'kejutan resesi' datang. Inflasi di luar kendali, Inflasi menyebabkan resesi.” tulis Michael Hartnett, yang dilansir dari situs wraltechwire.com.

Walaupun resesi terakhir dipicu oleh pandemi Covid-19, Federal Reserve System sering mengmbil langkah untuk melawan kenaikan inflasi. The Fed mencoba menaikkan suku bunga dengan cepat, untuk mengendalikan harga. Namun langkah The Fed ini memiliki risiko, jika bank sentral terlalu banyak menaikan suku bunga, maka yang ditakutkan dapat menenggelamkan ekonomi AS.

Pergerakan 'Resesi' di pasar keuangan

Berita Rekomendasi

Bank of America tidak secara langsung menyerukan terjadinya resesi di AS, namun mereka telah meningkatkan ketakutan dengan memberikan sinyal terjadinya resesi di Wall Street.

Hartnett mencatat, harga di pasar keuangan telah mengalami kemerosotan, mengikuti penurunan tajam yang terjadi pada produsen semikonduktoor, bisnis ritel dan ekuitas swasta. Berdasarkan survei yang dilakukan Bank of America yang diterbitkan pada Senin (11/4/2022) kemarin, ekspektasi untuk pertumbuhan global jatuh ke rekor terendah pada bulan ini. Survei tersebut menunjukan, ekspektasi keuntungan yang didapat di kalangan investor jatuh ke level terendah mereka, sejak Maret 2020.

Pada pekan lalu, bank asal Jerman Deutsche Bank, menjadi bank besar pertama yang memperkirakan akan terjadinya resesi. Deutsche Bank berharap The Fed dapat mendorong penurunan inflasi.

Meningkatkan pekerja

Namun banyak yang berpikir, The Fed mungkin dapat menemukan solusi untuk mengatasi inflasi tanpa menyebabkan resesi ekonomi di AS.

Untuk mengendalikan inflasi, perusahaan perbankan investasi Goldman Sachs dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada Senin (11/4/2022) malam kemarin, mengatakan :

“Pertumbuhan ekonomi harus melunak ke arah kecepatan yang sedikit di bawah tren - cukup untuk membujuk perusahaan, untuk mengesampingkan beberapa rencana ekspansi mereka, tetapi tidak terlalu banyak untuk memicu pemotongan tajam dalam inflasi. output dan lapangan kerja saat ini.”

Goldman Sachs menambahkan, tidak pernah ada peningkatan pengangguran lebih dari 0,35 poin presentase pada basis rata-rata tiga bulan, yang tidak terkait dengan resesi.

“Meskipun pasar tenaga kerja yang terlalu panas telah meningkatkan risiko resesi secara signifikan.” ujar bank ini.

Namun Goldman Sachs mengungkapkan rasa optimisnya yang didasarkan pada neraca bisnis dan keyakinannya pasca pandemi Covid-19 ini, akan menarik lebih banyak pekerja baru, sehingga tingkat pengangguran dapat menurun.

Investor AS Waspadai Risiko Resesi Akibat Kenaikan Suku Bunga The Fed

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengungkapkan, inverted yield atau kurva terbalik muncul di imbal hasil obligasi US Treasury.

Imbal hasil obligasi US Treasury 2 tahun untuk pertama kalinya sejak 2019 berhasil naik lebih tinggi dari imbal hasil obligasi US Treasury 10 tahun.

Baca juga: Goldman Sachs: Amerika Serikat Masuki Jurang Resesi, Ekonomi Merosot 35 Persen

"Hal ini yang memperkuat pandangan dan persepsi baru bahwa kenaikkan tingkat suku bunga The Fed mampu menyebabkan resesi ekonomi," ujar dia melalui risetnya, Kamis (31/3/2022).

Nico menjelaskan, yield curve merupakan sebuah kurva yang menggambalkan imbal hasil dari beberapa obligasi, di mana biasanya yield curve ini menjadi satu alat yang menggambarkan mengenai situasi dan kondisi perekonomian di masa akan datang.

Biasanya yield curve itu dibagi menjadi tiga yaitu kurva normal, datar atau bahasa kerennya flattening yield curve, dan terakhir adalah kurva terbalik atau inverted yield.

Biasanya, kalau situasi dan kondisi di mana pelaku pasar dan investor yakin terkait dengan perekonomian suatu negara sedang berada fase ekspansi dan kenaikkan inflasi, kita akan melihat kurva normal.

Lalu, ketika kita melihat flattening yield curve, itu artinya pelaku pasar dan investor melihat ketidakpastian perekonomian di masa yang akan datang.

"Nah yang terakhir inilah yang akan kita lebih banyak bahas ya pemirsa, di mana ada namanya inverted yield atau kurva terbalik. Ini artinya bahwa pelaku pasar dan investor melihat bahwa perekonomian akan memasuki fase resesi ekonomi," kata Nico.

Pertanda resesi ditunjukkan oleh tingginya imbal hasil obligasi jangka pendek, dan turunnya imbal hasil obligasi jangka panjang.

Terakhir, inverted yield ini terjadi di Amerika pada akhir 2005, 2006, 2007, sebelum akhirnya pasar ekuitas di Negeri Paman Sam turun pada 2008.

"Biasanya inverted yield ini menjadi sebuah saksi hidup, dan cenayang pertama yang memberikan sebuah tanda terhadap siklus ekonomi," tutur Nico.

Dia menambahkan, sepanjang sejarahnya, tidak ada resesi terjadi, tanpa adanya kurva inverted yield, tapi artinya bukan serta merta akan langsung masuk ke dalam resesi pada tahun ini.

"Biasanya diperkirakan waktu dua tahun ke depan, dan ingat, ini hanya menjadi sebuah tanda, bukan sebuah kepastian. Meskipun tanda-tanda yield curve ini akurat," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas